Matur, KABA12.com — Sejak divonis dokter mengalami gangguan saraf yang membuat organ tubuhnya tidak bisa berfungsi normal diusia 4 bulan, Muhammad Kifli (15), warga Jorong Pasa Matua, Nagari Matur Hilia, Kecamatan Matur, Agam, menjalani masa pertumbuhannya dengan keterbatasan fisik dan mental.
Anak kedua dari Awaludin (42) yang kesehariannya berprofesi sebagai petani itu menghabiskan waktu dengan duduk dan berbaring di dalam rumah.
Ia hanya menggunakan isyarat untuk menyampaikan keinginannya kepada keluarganya,” jika lapar, Kifli akan merangkak menuju tempat penyimpanan lauk pauk, ingin buang air , akan ditunjukkan dengan sikap gelisah,” ujar bapak tiga anak itu.
Awaludin mengatakan, keterbatasan fisik dan mental yang dialami buah hatinya itu sudah diderita sejak lahir, “saat Kifli berumur tiga hari, ia mengalami panas tinggi, dan sempat dirawat inap kurun waktu lama, dan hingga saat ini RSAM Bukittinggi merupakan tempat favorit yang dikunjungi Kifli, untuk berobat,” ujar nya kepada KABA12.com, ketika berkunjung kerumahnya, Minggu (30/04).
Penghasilan yang diperoleh dari bertani diakui Awaludin tidak cukup untuk membiayai pengobatan putranya itu. Demi harapan kesembuhan anaknya, ia sekeluarga harus membanting tulang.
“Untuk membantu ekonomi keluarga, istri saya berjualan di pasar Matur, ketika ibunya pergi berjualan, si sulung Yudi lah yang menggantikan mengurusnya. Ia sering membantu memandikan dan menyuapi Kifli, terkadang ia menggendong adiknya tersebut untuk duduk di depan rumah melepas kebosanan, sedangkan si bungsu suka mengajak Kifli bermain dan bercanda,” ungkapnya.
Beruntung, keluarga kecil ini sudah terdaftar sebagai anggota BPJS. Dengan bantuan jaminan kesehatan dari pemerintah, Kifli bisa mendapati keringanan berobat di rumah sakit. Namun kondisi Kifli yang mengharuskannya mengkonsumsi obat setiap hari, Awaludin mesti menyediakan uang Rp 100.000 tiap minggunya.
“Untuk biaya perawatan kami sudah terdaftar di BPJS, namun sesuai anjuran dokter Kifli harus mengkonsumsi obat setiap harinya, sedangkan untuk membeli obat, kami harus menyediakan uang Rp.100 ribu tiap minggu,” ulasnya.
Dengan kondisi yang serba terbatas, kini Awaludin membutuhkan pertolongan dari tangan-tangan dermawan untuk meringankan biaya pengobatan anaknya, “kami berharap uluran tangan dari para dermawan dan juga pemerintah setempat untuk membantu biaya pengobatan.” harapnya.
(Johan)