Oleh : Safrudin Nawazir Jambak *
Ketua Fraksi PKS DPRD Agam
Tersebutlah pituah minang “rancak dilabuah”, yakni sebuah gambaran seorang anak gadis yang rancak dilabuah, berdandan cantik, pakai “lepong setip”, memukau siapa saja yang melihat, sudah cantik berbedak tebal melenggang lenggok sehingga banyak orang terpesona, tapi siapa tahu bagaimana rumahnya?, kamarnya dan dapurnya?.
Gadis rancak di labuah rupanya rumah jarang disapu, debu setebal bandul, selimut bangun tidur tidak dilipat sudahlah jarang dicuci baunya apek, dapur jalo tunggu setinggi langit, arang periuk setebal bata, piring kemaren sore betumpuk dengan piring hari ini, kamar mandi kotor, halaman rumah semak jangankan akan menanam bunga ataupun sayur, serai, daun kunyit, usah disebut …rumput liar setinggi lutut didepan rumahnya, senang aja hatinya melenggang lenggok tertawa dengan teman sebaya menunggu rayuan pemuda ditepi jalan.
Begitulah gambaranya sehingga para tetua menasehati anak gadis minang tempo dulu “jan rancak dilabuah sajo kau piak”, rancak dilabuah bukan tidak baik tapi rancak dilabuah dan lebih rancak lagi di rumah. Rapi keluar dan dirumah harus lebih rapi lagi, karna tugas utama merapikan rumah memang sudah kepiawaian kaum hawa, yang lelaki kebanyakan “tukang kusai” saja yang pandai.
Kalau kita rujuk ajaran Islam, wanita haruslah sopan yang syar’i dan tidak berdandan keluar rumah, padusi minang sebaiknya menyesuaikan penampilan apalagi kepribadian dengan ajaran Islam karna inilah amanat “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”.
Rancak di labuah, juga sebuah kata kiasan yang mengandung arti yang sangat filosofis, mengandung makna kehidupan yang memesankan bahwa sebuah kesuksesan, keindahan dan kemegahan jangan hanya terjebak pada tataran kulit semata, seremonial saja dan polesan tanpan isi bak buah yang harum dan mengkilat indah tapi jikalau dimakan terasa pahit.
Rancak di labuah, juga kata sindiran untuk menasehati berbagai prilaku kehidupan baik pribadi dan juga sebuah institusi, bagi pribadi sudah jelas bahwa kulit dari kekayaan harta berlimpah namun isinya adalah kebahagiaan, kulit dari rumah megah tapi isinya adalah keluarga sakinah, kulitnya bernama gelar kesarjanaan tapi isinya adalah ilmu yang dalam dan bermanfaat untuk orang lain dan sebagainya.
Rancak dilabuah bagi institusi bagaimana pula?, banyak instiusi juga punya prilaku layaknya seorang pribadi, kulitnya banyak penghargaan tapi isinya adalah kemajuan masyarakat dan kesejahteraan, apa gunanya terlihat hebat dan bagus oleh pemerintah pusat misalnya tapi kenyataanya hanyalah “lips stik” saja, masih jalan ditempat dianggap sudah bagus, belum melihat pembanding dan berkaca kepada orang lain atau institusi lain yang sepadan lalu sudah mengaku kita yang hebat, makanya satu lagi pituahnya jangan bak kata dalam tempurung, berjalanlah dan lihat pula bagaimana kemajuan yang lain agar mendapat pelajaran baru dan perbandingan guna melhat praktek terbaik/best practice.
Penghargaan bukan tidak penting, ia adalah pengakuan dan apresiasi dari sebuah kerja keras, tapi terjebak dengan berbagai penghargaan dan sensasional semata tanpa melihat substansialnya maka penghargaan akan diperjual belikan, penghargaan itu penting , karna inilah mekanisme “reward and panishment” berjalan, sistem akan hidup dan manajemen akan bergerak.
Maka para pemimpin pun perlu memperhatikan pituah “rancak dilabuah” ini, karna para ahli juga telah sepakat membagi pemimpin kepada dua tipelogi besar yaitu pemimpin sensasional (rancak dilabuah) dan pemimpin substansial.
Pemimpin sensasional apakah ia itu presiden, gubernur, bupati/wali kota dan termasuk juga wakil rakyat dan sebagainya dalam makna yang dikandungnya adalah pemimpin yang sukanya hanya pencitraan, sedikit blusukan diliput ratusan media, sedikit gebrakan mobil karya lokal yang belum jelas sudah tau seisi bumi, senang suksesnya diekspose dan marah bila kelemahan dan kegagalan diberitakan, tidak suka dikritik apalagi diprotes, pemimpin sensasional hanya suka sensasi dan lips service saja dan tentu hal ini tidak baik.
Berbeda kata ahli dengan pemimpin substansial,ia lebih memikirkan progres/kemajuan tanpa peduli pemberitaan ataupun pujian,ia bekerja siang malam untuk kemajuan dan mengawal ketat perubahan setiap derap langkah bawahan, mengawal kinerja dan progres dengan tanpa kompromi, memperhatikan kemajuan SDM, iman dan taqwa rakyatnya, peningkatan IPM (indeks pembangunan manusia), penurunan rasio gini (ketimpangan pembangunan antar wilayah), PDRB, peningkatan belanja publik ketimbang belanja pegawai/operasional dan hal lain yang lebih substansial.
Janganlah rancak dilabuah saja, mari bergerak dalam ranah substansial/isi dan inti dalam berbagai gerak pembangunan, pengembangan SDM dan penyiapan bangunan masyarakat menuju peradapan maju nan modren,Semoga
Wallahua’lam bissawab.