Kaba Terkini

Kopi Sahur 07042022, “ Buang Sampah, Lapor Dululah “

Catatan : Harmen

Siang kemarin, penulis ditelpon seorang kawan.Tak biasanya dia menelpon dengan nada tinggi. Kepada penulis dia “mete-mete” karena tidak diperbolehkan membuang sampah di tempat pembuangan sampah akhir.

Dalam hantarannya, dia mengaku sebagai warga yang main, tak pernah macam-macam, bahkan untuk membuang sampah, dia sengaja mengantarkan langsung ke lokasi pembuangan akhir, agar tidak mencemarkan lingkungan.

Tapi saat dia mengaku ingin berbuat baik, menjaga lingkungan, membuang sampah menggunakan mobilnya sendiri, justru ada pihak yang marah-marah, bahkan melarangnya membuang sampah di lokasi yang disediakan pemerintah itu.

Sampai disini, penulis mulai tertarik. Pernyataan muncul, sudah ada warga yang sadar dan mau berbuat baik, kok malah petugas melarang dan marah-marah. Disini menarik, karena penulis mengenal, kawan ini dikenal tak pernah mencla-mencle dan melakukan yang aneh-aneh, walau penulis kerap bertemu dan bergaul lama dengannya di pasar.

Tapi, ketertarikan penulis terhadap “masalah” yang bisa saja muncul, justru tak menarik lagi, saat penulis sengaja mengkonfirmasi pada petugas yang melarangnya membuang sampah itu.

Tak menariknya tak, petugas memang sengaja melarang kawan itu membuang sampah karena tidak melapor, tidak minta izin pada petugas yang ada disana.  Hal itu sudah menjadi protap tersendiri, siapapun yang membuang sampah, apalagi yang baru dikenal harus melapor, minimal memberitahu pada petugas, “ nanti yang dibuangnya macam-macam lagi, yang kena tentu kami, “ ungkap sang petugas. Nah, ini jadi mulai menarik.

Menarik bagi penulis, karena pentingnya klarifikasi, croscek dan konfirmasi terhadap apa yang didengar, disampaikan dan dilaporkan. Karena bagi penulis, konfirmasi adalah sebuah kewajiban sebelumnya data dan bahan diramu untuk dikonsumsi publik.

Penulis, secara khusus mengapresiasi sang petugas yang kuekueh dengan protap yang sudah ditetapkannya, apalagi dengan kalimat ,” nanti yang dibuang macam-macam lagi, “ sebuah umpama yang memendam kekuatiran dan antisipasi terhadap resiko lain dari pekerjaannya. Dan ini, harus menjadi sebuah catatan positif yang mestinya dimiliki semua orang, apalagi aparatur pemerintah.

Pentingnya berprinsip pada protap dan aturan tugas, pentingnya mewaspadai apapun potensi masalah yang bakal muncul, walau terkadang faktanya, kekuatiran itu sama sekali tidak beralasan.

Poin kedua, prinsip klarifikasi dan menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya, adalah kata kunci untuk mengantipasi munculnya masalah baru, yang bermuara pada arti penting komunikasi.

Terkadang, persoalan klarifikasi dan konfirmasi di ranah ini, masih hal yang tabu. Dengan banyak dalih, terkadang keinginan untuk menjelaskan sesuatu agar terang-benderang banyak tak pernah dilakukan, sehingga beban persoalan jadi semakin bertambah, termasuk munculnya tuduhan ketidaktransparanan, keengganan untuk berkomunikasi, menganggap sepele orang lain, mengabaikan potensi persoalan baru, yang notabone-nya akan memuncul asumsi-asumsi yang pastinya tidak baik.

Penulis menganggap petugas yang mengurus sampah itu menjadi aparat yang luar biasa. Berprinsip, bahkan mampu menjelaskan duduk perkara yang sesungguhnya, sehingga hal yang semula ada rasa tak puasa, dan sikap “mete-mete” yang akhirnya bisa terelai dengan sendirinya dengan penjelasan lugas yang dilakukan.

Mestinya dia (aparat itu) menjadi contoh, bahkan bisa direkomendasikan jadi pemimpin atau bahkan bisa menggantikan posisi para pemimpin yang ada saat ini, yang menabukan klarifikas membangun komunikasi dengan baik, bahkan mengabaikan suara-suara yang tak ada salahnya untuk direspon dan dijelaskan.

Bahkan, dengan mengapit di ketiak para pemimpin mereka yang tak ideal dengan kondisi kekinian yang menuntut tranparansi, bahkan keberanian untuk mengukur diri dan tanggung-jawab akan amanah yang diembankan pemimpinnya.

Jadilah, para pemimpin, para petinggi mereka sebagai tumbal akan sikap enggan bersosialsiasi bahkan berkomunikasi. Mestinya mereka ( yang seperti ini) tak lagi diberi kursi karena  tak layak dianggap sebagai pemimpun, karena hanya menjadikan tumbal para pemimpin mereka diatas sikap tak berperi,tak seperti petugas yang tadi. Buang sampah, lapor dululah.-(*)

To Top