Musibah berarti setiap kejadian yang tidak disukai orang beriman. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan sejumlah jenis musibah, di antaranya : sakit, termasuk wabah penyakit, rasa sedih, derita, hingga tertusuk sebuah duri sekali pun.
Secara medis, tentu sudah disampaikan oleh pihak terkait, seperti Badan Kesehatan Dunia (WHO), Departemen Kesehatan, dan instansi terkait.
Adapun secara aqidah, ada beberapa sikap yang dapat kita lakukan, di antaranya.
Pertama, bahwa segala urusan di muka bumi ini semua atas izin dan kehendak Allah.
Seperti firman-Nya:
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan setiap orang yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At-Taghabun : 11).
Kedua, melatih ujian kesabaran kita, karena hidup ini adalah pertautan suka dan duka, syukur dan sabar.
Hal ini seperti disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
“Seluruh urusan orang beriman itu begitu menakjubkan, karena pasti berujung pada kebaikan. Dan hal itu hanya terjadi pada diri orang beriman.Jika mengalami hal yang menyenangkan, dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan.
Dan jika mengalami hal yang menyedihkan, dia bersabar dan hal itu pun merupakan kebaikan.” (HR Muslim).
Ketiga, bahwa semua yang ada di muka bumi ini adalah makhluk Allah, ciptaan-Nya, dari yang paling besar hingga yang terkecil dan yang tak kelihatan.
Ini semua tanda kekuasaan Allah Yang Maha Segalanya.
Keempat, bisa jadi musibah, termasuk wabah penyakit, kerusakan yang terjadi adalah adalah akibat ulah tangan manusia.
Ulah perilaku berlebihan, tidak menjaga kebersihan, ceroboh, dan sejenisnya.
Sebagaimana Allah mengingatkan di dalam ayat-Nya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Ruum: 41).
Kelima, mungkin juga sebagai peringatan dari Allah, akibat perbuatan dosa manusia, banyak maksiat, mengonsumsi yang dilarang dalam syariat, dan jauh dari pengabdian kepada Sang Pencipta.
Allah mengingatkan manusia agar kembali ke jalan yang diridhai-Nya.
Seperti peringatan Allah di dalam Al-Quran :
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu.” (QS Asy-Syura: 30).
Keenam, bahwa kematian, itu bukanlah karena seseorang atau benda apapun, tapi semata-mata karena ajal yang sudah Allah tentukan.
Maka, bagi yang tertimpa wabah corona, atau apapun, tetap berharap dan bergantungnya mutlak kepada Allah.
Tidak takut berlebihan, lalu tidak mau kumpul di majelis ta’lim dengan alasan takut corona. Lalu Jumatan libur karena khawatir terjangkiti corona, dan sebagainya. Mungkin pembatasan, atau sterelisasi sebelum dan sesudah kegiatan.
Adapun kepada manusia, seperti periksa dokter, karantina perawatan, itu hanyalah ikhtiar, yang memang harus maksimal juga dilakukan, agar dapat sehat kembali.
Soal ajal, Allah menyebutkan di dalam firman-Nya :
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗ وَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
Artinya: “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS Al-Anbiya [21]: 35).
Ketujuh, bagi kalangan ahli kedokteran, bilogi dan pakar lainnya, tentu menjadi media penelitian intensif untuk menemukan antivirusnya. Sehingga dapat menyelamatkan orang lebih banyak lagi.
Bahwa setiap penyakit, termasuk wabah virus, pasti ada obatnya. Kita manusia tinggal mengusahakanya sesuai ilmu dan pengetahuan tentunya. Dengan tetap berkeyakinan bahwa hakikatnya Allah-lah yang menyembuhkan. Pengobatan adalah usahanya.
Kedelapan, di sinilah pentingnya upaya spiritual ilahiyah, yakni dengan memanjatkan doa memohon keselamatan dari Allah Sang Maha Pencipta dan Sang pemberi Keselamatan.
Memperkuat spiritual jiwa dengan shalat, doa, dzikrullah, shalwat dan kalimat-kalimat thayyibah.
Di antaranya ada beberapa doa yang dijarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
اللهُمَّ ارْفَعْ عَنَّا الغَلا وَالوَبَاء وَالرِّبا وَالزِّنا وَالزَّلازِلَ وَالمِحَنَ، وَسُوءَ الفِتَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَما بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلادِ المُسْلِمِينَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أِرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Artinya: “Ya Allah! Angkat dari kami penyimpangan, malapetaka, zina, riba, gempa bumi, bencana, dan segala cobaan yang buruk, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, dari negeri kami ini khususnya, dan dari semua negeri kaum muslimin, dengan Rahmat-Mu, Duhai Yang Maha Penyayang.”
Kalau di antara kita ada yang mendapat musibah sakit, atau terkena virus corona, semoga segera Allah sembuhkan. Itu semua tidaklah seberapa, karena hanyalah musibah dunia.
Musibah yang terbesar dan berbahaya dunia akhirat adalah musibah agama, yakni manakala kita sudah enggan lagi shalat berjamaah di masjid, malas bertadarus A;l-Quran dan shalat malam, kikir bersedekah di jalan Allah, takut berjuang di jalan Allah, serta jauh dari petunjuk Allah.
(Sumber: minanews.net)