Jakarta, KABA12.com — Wakil Ketua KPK Laode M Syarif membantah ada pertimbangan politik dalam penanganan kasus di lembaga antirasua. Namun, ia mengakui ada pertimbangan tinggi-rendahnya jabatan seseorang dalam memprioritaskan penanganan suatu kasus korupsi.
“Tidak pernah prioritas itu yang berhubungan dengan politik. Tetapi misalnya, di antara pejabat yang tinggi dan rendah, ya harusnya pejabat yang lebih tinggi dulu,” kata Syarif, seperti dikutip CNN Indonesia.com.
Syarif tak menjelaskan alasan prioritas itu. Namun, lanjutnya, secara umum prioritas penanganan kasus korupsi di KPK didasarkan pada efek jera yang ditimbulkan, jumlah kerugian negara, serta biaya dan manfaat penuntasan kasus tersebut.
“Misalnya kerugian negaranya yang besar, ya itu kami dahulukan,” imbuh Syarif.
Sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK yang melibatkan pejabat tinggi di antaranya adalah kasus korupsi proyek e-KTP yang menyeret nama bekas Ketua DPR Setya Novanto, kasus suap sengketa Pilkada yang menjerat bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, kasus suap pengaturan impor gula yang menjerat bekas Ketua DPD Irman Gusman.
Selain itu, ada kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dalam kasus ini, mantan Wakil Presiden RI Boediono diperiksa sebagai saksi.
Ketua KPK Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut bahwa pihaknya akan memperbanyak Satuan Tugas (Satgas) penyidikan dengan personel yang lebih sedikit agar efektif menuntaskan sejumlah kasus-kasus di KPK yang mangkrak.
“Mudah-mudahan nanti kami akan perbanyak Satgas, yang tadinya isinya lebih dari 10 orang bisa diperkecil, sehingga bisa bergerak ke lebih banyak tempat,” kata dia.
Agus mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengkaji dan memilah sejumlah kasus yang akan ditindaklanjuti dan dituntaskan tahun depan.
“Yang belum ditindaklanjuti itu kan pasti dikaji. Mana yang segera, mana yang masih memerlukan waktu,” tuturnya.
Setidaknya ada lima kasus yang sudah masuk tahap penyidikan yang mandek dalam periode kepemimpinan Agus Rahardjo dkk.
Kasus tersebut antara lain, kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmy Diany, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. KPK menetapkan Wawan sebagai tersangka pencucian uang, pada 13 Januari 2014 lalu.
Kemudian kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) alias mesin derek besar kontainer pada 2010, dengan tersangka Direktur Utama PT. Pelindo II, Richard Joost Lino (RJ Lino). Lino ditetapkan sebagai tersangka sejak 15 Desember 2015.
Selanjutnya, kasus dugaan gratifikasi dan TPPU mantan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi yang diusut sejak 31 Agustus 2016. Rohadi sebelumnya dijerat sebagai tersangka suap pengamanan perkara pedangdut Saipul Jamil.
Selain itu, kasus dugaan suap petinggi Lippo Group Eddy Sindoro kepada mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Eddy Sindoro dijerat sebagai tersangka sejak November 2016. Sampai saat ini, penyidik KPK belum berhasil memeriksa Eddy Sindoro.
Terakhir, kasus dugaan suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik PT. Garuda Indonesia Tbk. pada periode 2005-2014, dengan tersangka Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan pemilik PT. Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo, yang juga beneficial owner Connaught International Pte. Ltd.
(Dany)
