Catatan : Harmen
Bukan berarti iri – (karena di bulan Ramadhan, hati dan perasaan harus bersih), tapi penulis sebetulnya memang iri melihat inovasi, sensitifitas yang terbangun atas peduli dan merasa besar atas peran perantau yang diperlihatkan 3 walinagari di kecamatan Tilatang Kamang.
Walau tidak menampilkan foto camat, namun kreativitas yang terbangun atas sikap peduli dengan membuat spanduk dan baliho berisi ucapan selamat datang para perantau, secara khusus hal yang luar biasa bagi banyak orang termasuk penulis.
Betapa tidak, moment hari raya Idul Fitri 1443 Hijriah ini, disaat pemerintah membuka pintu bagi warga untuk mudik lebaran, bagi warga Sumatera Barat, termasuk kabupaten Agam, masa 2 tahun lebih dikekang pandemic covid19, menjadi pengobat kerinduan yang luar biasa. Tak hanya bagi para perantau yang rindu akan kampung halamannya, tapi juga urang kampuang yang taragak untuk bersua dan bersilaturrahmi.
Moment “meneragak” ini, ditangkap dengan cerdas oleh para walinagari di kecamatan Tilatang Kamang dengan “sedikit sentuhan” sebagai ungkapan rasa bangga dan peduli akan keberadaan perantau mereka.
Jika ditilik betul, apalah sebuah spanduk dan baliho. Namun makna yang terkandung justru sangat luar biasa, karena berisi ungkapan nurani yang paling dalam, akan kuatnya jalinan silaturrahmi antar warga, perantau dan warga di kampung halaman. Makna yang tersirat sangat dalam, yang efeknya diyakini akan sangat luar biasa. Itu yang membuat iri.
Kita patut salut dan angkat topi untuk 3 walinagari di kecamatan Tilatang Kamang, yang sukses membangun peduli dengan “sedikit sentuhan” berupa media baliho dan spanduk, karena hal ini akan ( setidaknya) bisa membangun sentuhan peduli yang akhir-akhirnya semakin lelap di daerah ini.
Keirian lain, tidak hanya penulis, tapi banyak orang yang masih sangat banyak mau berjujur ria akan perasaannya sendiri. Daerah ini tercatat viral dalam dua moment yang sangat bersentuhan.
Moment pertama, soal THR-tenaga kontrak yang tidak menerima THR, sehingga 450 orang yang kini terus dibayangi rasa takut atas kebijakan pemerintah untuk diberhentikan (dibubarkan) karena regulasi yang dibuat, justru semakin tersudut, bahkan banyak yang tidak lagi bisa tersenyum saat disapa.
Moment kedua, menjelang libur resmi pemerintah. Muncul keiirian lain,ditengah daerah lain, menggelar apel akbar seluruh ASN bersama pimpinan daerahnya, daerah ini justru tak secuilpun menggelar moment silaturrahmi yang menurut sebagian orang sekedar basa-basi silaturrahmi menjelang lebaran.
Daerah lain, sengaja menggelar apel bersama, moment untuk saling bermaafan, dan kesempatan para pimpinan daerah ini untuk menyampaikan berbagai catatan penting tentang kegiatan selama libur besar, termasuk ketentuan termasuk aturan yang digariskan pada para ASN itu sendiri.
Daerah ini, tak ada, Entah memang, hal ini disengaja atau memang terlupa. Atau memang, tak dianggap perlu untuk sekedar membangun silaturrahmi, sekedar untuk saling berjabat tangan, bermaafan menjelang hari nan fitri yang notabone-nya adalah ungkapan silaturrahmi itu sendiri.
“ Balapeh ayam se ko..”. Sampai demikian komentar yang muncul, yang penulis sendiri, tidak lagi bisa berkelit mencari jawab saat banyak yang mempertanyakan “terobosan baru “ itu.
Dan masih banyak jawaban entah yang terus mengemuka. Bahkan rona “keunikan bernuasa keanehan “ yang entah memang sengaja diberlakukan di daerah ini, karena memang pimpinan daerah ini sengaja tampil beda. Lagi, jawabnya tentu kembali, entahlah.-( *).
