Kaba Terkini

ALAM PIKIRAN YANG TERJAGA

Oleh : Rahman Buya

buyaTerbukanya era globalisasi membawa budaya yang serba ‘modernis’ yang mempengaruhi basis kehidupan masyarakat  muslim, dimana nilai-nilai keyakinannya  mulai termarjinalisasi, sehingga mengakibatkan terjadinya pembiasan dan pendangkalan moral, serta hilangnya kepercayaan terhadap agamanya sendiri yang selama ini telah menjaga hati dan pikirannya.

Dalam ‘kekacauan alam pikiran’ itu, kita tidak punya pilihan lain yang lebih baik, kecuali harus membanguan pondasi yang kokoh, dengan konstruksi aqidah yang tangguh. Hanya dengan konsep itulah kita bisa berjalan lurus, meskipun suasana tak menentu. Semua yang ada disekitar kita, sewaktu-waktu dapat menjadi penunjuk arah, dan pada waktu yang bersamaan juga dapat membawa kedalam jurang kesesatan. Dan landasan aqidah yang benar menjadi sesuatu yang teramat penting, sebagai tameng yang kokoh yang menjaga hati dan jiwa manusia agar senantiasa melahirkan kesadaran spiritual yang mendalam.

Apabila kesadaran spiritual telah tumbuh dalam setiap  diri, akan terbukalah jalan bagi terwujudnya ketentraman hidup  dalam diri, keluarga, dan masyarakat. Inilah cikal bakal lahirnya kedamaian dan ketentraman dalam berbangsa dan bernegara.

Kesadaran spiritual itu hanya dapat terlahir melalui metode (tariqah) yang benar, sesuai dengan petunjuk yang telah digariskan Allah SWT melalui wahyu-Nya dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw, mengadakan penghayatan secara mendalam dan bersungguh-sungguh (mujahadah) di jalan Allah SWT. Disamping itu juga harus konsisten (istiqamah) pada jalan itu, dan tidak mudah terhasut dengan paham-paham dan ajaran yang menyimpang dari aqidah Islam itu sendiri. Bukanlah sesuatu yang gampang dan serta-merta, tetapi memerlukan kesungguhan dan usaha yang terus-menerus, sehingga dalam hati dan alam pikirannya terlahir rasa rindu dan cinta yang sangat mendalam pada Allah SWT dan Rasul-Nya, yang melebihi cinta kepada makhluk dengan segala pernak-perniknya.

            Apabila hati dan jiwa telah merasakan cinta dan ridha kepada Allah Ta’ala, maka ketika itu hilanglah segala bentuk ‘kegaduhan dalam jiwa’ dan berganti menjadi cahaya yang akan menerangi seluruh jiwa dan raga. Imam Al-Ghazali mengistilahkan ‘hati seperti cermin’, (walaupun hati lebih sensitif dari pada cermin). Cermin, apapun yang melintas dihadapannya, pasti  menimbulkan bayangan dalam cermin itu.

Allah SWT berfirman, “Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca, (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, …..” (QS. An-Nur [24]: 35).

Panca indra manusia yang merupakan bala tentara hati, hanya akan tunduk dalam segala bentuk aktivitasnya  jika setiap rongga jiwa pemiliknya selalu dituntun oleh cahaya dari Sang Maha Pemilik Cahaya, Allah SWT.

 “Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang-orang yang mengotorinya.” (QS. As-Syams [91]: 9-10)

Apabila hati seorang hamba bersih, maka terjagalah alam pikirannya! Bagaikan cahaya yang terang-benderang,  dan tersingkaplah semua tabir gelap yang menyelimutinya.

[dari berbagai sumber]

To Top