Jakarta, KABA12.com — Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan sekitar 13 persen responden akan memilih Front Pembela Islam (FPI) jika ikut Pemilu Legislatif pada 2019.
Hal itu dipaparkan LSI dalam sejumlah lembaran presentasi seperti dilansir CNNIndonesia.com pada Senin (20/11). Populasi survei itu adalah 1.540 responden yang memiliki hak untuk memilih dalam Pemilu Umum.
Responden juga terbagi dalam kategori agama yakni pemeluk Islam (89 persen), Protestan/Katolik, (8,8 persen) dan lainnya (2,1 persen). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara.
Pertanyaan terkait dengan FPI tersebut hanya untuk responden yang beragama Islam. Pertanyaannya adalah apakah warga akan memilih FPI jika organisasi itu berpartisipasi dalam Pemilu 2019 kelak.
Jawaban yang diperoleh LSI adalah 13,3 persen responden menjawab iya. Lainnya adalah 55,6 persen menyatakan tidak dan 31,1 persen menjawab tak tahu.
LSI juga menemukan 66 persen responden menjawab mengetahui Aksi Bela Islam yang dilakukan pada November dan Desember 2016. Aksi Bela Islam merupakan gelombang protes terhadap pernyataan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tentang Surat Al Maidah—yang akhirnya berimbas pada proses pidana terhadap Ahok.
Survei itu pun menyatakan ada total 64 persen responden yang setuju Aksi Bela Islam tersebut. LSI menemukan pihak yang setuju mencapai 54 persen, sedangkan yang sangat setuju 10 persen.
Sisanya, 29 persen tidak setuju Aksi Bela Islam, 1 persen sangat tak setuju dan 6 persen tidak tahu.
Meningkatnya sentimen agama itu juga mencuat dalam peringatan milad FPI ke-19 pada Agustus lalu.
Pemimpin Islam
Dalam acara tersebut, Sekjen Forum Ulama Indonesia Muhammad Al Khaththath menyinggung pemimpin muslim untuk medio 2019 dalam pidatonya.
Dia menuturkan seandainya pada 2019 nanti negara di ujung tanduk, maka dirinya menanyakan apakah umat Islam akan menyelamatkan negara atau tidak. Untuk menyelamatkan itu, kata dia, maka harus ada pemimpin yang kuat.
“Semoga pemimpin itu ada di antara saudara-saudara. Oleh karena itu saya menyerukan persatuan dan kesatuan umat Islam di seluruh wilayah,” kata Al Khaththath dalam pidatonya tersebut.
Human Rights Watch (HRW) sebelumnya menyatakan kelompok minoritas agama di Indonesia memiliki banyak alasan untuk khawatir, di antara aturan soal penistaan agama. Sejumlah korban terkait dengan persoalan itu di antaranya adalah 7.000 anggota Gafatar yang dipaksa meninggalkan peternakan di Kalimantan Barat.
“Lainnya adalah mantan Gubernur DKI Jakarta yang akhirnya divonis 2 tahun penjara,” kata Deputi Direktur Divisi Asia Phelim Kine dalam keterangannya, beberapa waktu lalu.
HRW dalam sejumlah penelitian menyatakan kekerasan atas nama agama dilakukan sejumlah ormas Islam, di antaranya adalah FPI.
(Dany)
