Bukittinggi, KABA12.com — Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias didampingi Asisten Administrasi Umum Setdako Bukittinggi Zet Buyung, menerima kunjungan Komisi Nasional Hak Azai Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sumbar, Kamis (14/09), di ruangan kerja walikota.
Kunjungan Ketua Komnas HAM Sultanul Arifin beserta tiga orang anggotanya meminta keterangan dari walikota Bukittinggi, atas tindak lanjut dari adanya surat yang dikirim Organisasi Penyewa Aset Kereta Api Indonesia (OPAKAI) yang diketuai Kumar Z Chan kepada Komnas HAM Sumbar beberapa waktu lalu.
Dalam keterangannya, Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias menjelaskan, persoalan dari OPAKAI adalah perdata, karena persoalannya adalah sewa menyewa.
Aset yang dipakai Opakai itu adalah aset milik PT Kereta Api dan kebetulan tanahnya itu ada di Bukittinggi. Tidak ada hubungannya dengan pemerintah daerah.
Persoalannya dengan pemerintah daerah nantinya adalah apabila PT. Kereta Api akan membangun dan pemerintah yang akan mengeluarkan izinnya dan itupun nanti akan disesuaikan dengan Perda yang ada.
“Penyewa yang diakui PT. KAI sebanyak 102 KK, mereka menyewa kepada PT Kereta Api dan ketika ada penyewaan tersebut pemerintah daerah kan juga tidak dilibatkan dan sekarang pihak PT Kereta Api yang menyewakan meminta kembali tanahnya, jadi jelas hubungannya adalah sewa menyewa,” tuturnya.
Sesuai keterangan Sultanul Arifin, bahwa Komnas HAM merupakan lembaga independen dan tidak memihak serta mengambil kesimpulan setelah dilakukan klarifikasi terhadap pihak pihak yang dilaporkan.
“Komnas HAM sebagai lembaga independen tidak memihak, jadi tidak serta merta langsung menerima bulat – bulat laporan tersebut. Kita butuh klarifikasi dan minta keterangan dari pihak yang dilaporkan. Sekarang kami menghadap Walikota Bukittinggi, kemudian kita juga akan bertemu dengan pihak PT Kereta Api dan kemudian warga. Dari pertemuan secara keseluruhan itu, baru dapat kita simpulkan apakah ada pelanggarana HAM atau tidak,” ujarnya.
Dari keteranga walikota, lanjut Sultan, hal ini murni persoalan perdata. Penyelesaiannya jika tidak bisa dengan mekanisme yang disepakati masing-masing pihak, mungkin bisa menempuh jalur hukum.
” Pelanggaran hukum perjanjian sewa menyewa termasuk kategori perdata maka namanya pelanggaran hukum perdata, jadi kalau betul adanya persoalan hukum perdata, HAM belum bisa masuk tapi kalau ada kekerasan dan konflik baru HAM bisa masuk,” paparnya.
(Ophik)