catatan : Harmen ( Pemimpin Redaksi KABA12.com )
KABA12.com — Maninjau tak lagi berkilau. Satu lagi sebetulnya, bengkalai masalah yang diawali dari tidak pekanya para pemangku kuasa di daerah ini dalam menyikapi dampak. Filisofi, masalah yang muncul, diredam sekarang, efeknya besok, apalagi solusi yang ideal berjangka panjang, tidak perlu dikaji. Itu salah satu dampak filosofi “amankan sesaat” yang notabone adalah tipikal penyelesaian “kasus” di daerah ini ( mungkin sama di daerah ), yang sama sekali tidak mengkaji akar persoalan, sehingga masalah betul-betul tuntas tak berbekas di kemudian hari. Atau memang, “pameo pilu”, karena tidak ada masalah, SPJ tak keluar, sehingga terkesan ada upaya “memelihara masalah”, walau efeknya sangat besar kelak.
Kasus danau Maninjau, bisa jadi diasumsikan seperti itu, karena sejak lama, kekhawatiran dampak berjibunnya karamba jaring apung (KJA) sudah diteliti tim LIPI puluhan tahun lalu, akan berdampak buruk bagi ekosistem danau bahkan melumpuhkan destinasi wisata paling mengesankan di Sumatera Barat itu.
Dampak pembiaran berkembangnya KJA, karena memang menjanjikan keuntungan besar, memciu menggunungkan limbah bekas makanan ikan, sepanjang danau berjubel sampah, bekas KJA bahkan, tidak adanya pemeliharaan danau, kini “membunuh danau Maninjau”.
Dan nyatanya, danau Maninjau betul-betul lumpuh. Alangkah memprihatinkannya, disaat semarak Agam Menyemai, warga di salingka danau Maninjau yang sebelumnya menikmati ragam potensi danau Maninjau, kini justru harus “terjilapak” karena tidak bisa bergerak dalam usaha KJA. Entah iya atau tidak, usaha KJA justru hanya segelintir urang yang menikmati, tidak semua warga salingka danau, tapi faktanya, danau Maninjau yang terkenal di dunia, kini jadi destinasi wisata yang terabaikan akibat bau busuk menyengat karena bangkai-bangkai ikan, tumpukan bekas makanan ikan, dan menghitam berkilau karena tercemar.
Seperti tersentak, baru tahun ini, pemerintah bergerak dengan program #save Maninjau. Pemkab Agam bergerak meminta dukungan pemerintah pusat, karena biaya yang dibutuhkan sangat luar biasa untuk “mengembalikan” danau Maninjau ke wujud aslinya yang indah.
Pengurangan KJA, regulasi baru, pengerukan sendimen bekas makanan ikan, dan setumpuk persoalan lain, kini tengah dipacu untuk dijadikan solusi menjawab keluh dan kesah saat melintas di danau Maninjau itu. Yang pasti, gerak dari pola “memelihara masalah” itu, sudah lain, yang diharapkan bisa menjadi solusi permanen yang tidak sesaat.
Sesaat menjelang ada lagi perubahan ide yang terkadang muncul tiba-tiba dari kepala para pemimpin daerah ini. Tapi, mudah-mudahan, #save Maninjau berwujud nyata untuk daerah ini, walau butuh waktu panjang dan biaya besar, namun setidaknya harap untuk “kembalikan danauku” mulai ada bait-baitnya untuk dikonsumsi public di daerah ini.
