Kaba Tausyiah

Renungan Hidup, Apa yang Seharusnya Kita Pikirkan?

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk senantiasa beribadah kepadaNya. Karena itulah tujuan hidup kita di dunia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Adz-Dzariyat[51]: 56)

Maka kewajiban setiap hamba untuk benar-benar memperhatikan tentang ibadah. Karena itu adalah merupakan tujuan hidupnya. Manusia tidak diciptakan untuk hidup di dunia selamanya, manusia tidak diciptakan untuk senantiasa mencari dunia dan dunia walaupun itu sesuatu yang ia butuhkan dalam hidupnya.

Karena sesungguhnya ibadah adalah kebutuhan yang lebih besar daripada makanan dan minuman.

Maka kewajiban seorang hamba untuk senantiasa merealisasikan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara menuntut ilmu, dengan cara berusaha mengamalkan ilmu, dengan cara berusaha untuk mengikuti jejak kaki Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena tidak ada manfaat hidup kalau ternyata tidak diwarnai dengan ibadah kepada Allah.

Maka dari itu Manusia diberikan oleh Allah balasan di akhirat kelak.
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ﴿٨﴾
“Siapa yang mengamalkan kebaikan sekecil apapun dia akan melihat balasannya dan siapa yang mengamalkan keburukan sekecil apapun dia akan melihat balasannya.” (QS. Al-Zalzalah[99]: 7-8)
Maka setiap kita, berpikir tentang hakikat hidupnya di dunia bahwasanya ia akan kembali kepada Allah.

Bahwasanya ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu mengingatkan dalam Al-Qur’an tentang hakikat dunia. Allah berfirman:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tidaklah kehidupan dunia kecuali kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid[57]: 20)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun mengingatkan dalam hadits-haditsnya yang shahih tentang hakikat dunia. Dan bahwasanya dunia itu sesuatu yang hina dimata Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua itu adalah agar kita tidak tertipu dengan dunia, tidak tertipu dari perjalanan kita menuju kehidupan akhirat.

Karena seseorang ketika hatinya hanya mengharapkan dunia dan dunia, maka akhiratnya pun hancur lebur, yang ia harapkan dari ibadah hanya dunia, yang ia harapkan dari ibadah hanya harta, sehingga Allah berfirman:
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿١٦﴾
“Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, Kami akan berikan dari apa yang ia inginkan dari amalannya tersebut tanpa dikurangi. Tapi mereka di akhirat tidak mendapatkan apapun kecuali api neraka, batal amalannya dan sia-sia perbuatannya tersebut.” (QS. Hud[11]: 16).

Maka dari itulah, jangan sampai keinginan kita terbesar adalah kehidupan dunia. Adalah diantara doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau meminta kepada Allah:
وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah.. jangan Engkau jadikan dunia harapan kami yang terbesar, jangan Engkau jadikan dunia puncak daripada keilmuan kami ya Allah.”

Karena seseorang ketika hanya harapannya dunia dan harapan dan keinginan terbesarnya dunia, yang dia harapkan hanya dunia, maka dia akan sulit untuk ikhlas mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia mau ibadah ketika ada keuntungan dunianya.

Adapun ketika tidak ada keuntungan dunianya ia malas untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Orang yang berharap dunia sangat besar di hatinya, ia hanya memandang sesuatu yang terhormat itu dengan dunia, bukan dengan amalan shalih, tidak pula dengan ketakwaan kepada Allah Jalla Jalaluhu. Sehingga akhirnya hatinya terbelit dengan kekikiran, hatinya pun terbelit dengan ketamakan terhadap kehidupan dunia.

Sehingga akhirnya bagi dia dunia segalanya. Bahkan ia berani untuk memutuskan silaturrahimnya karena dunia, ia berani untuk menumpahkan darah seseorang karena dunia, ia berani bahkan memusuhi kebenaran pun karena dunia.

Lihatlah Fir’aun yang memusuhi Nabi Musa karena dunia, lihatlah Namrud yang memusuhi Nabi Ibrahim karena dunia, lihatlah Heraklius yang mengetahui dengan yakin akan kebenaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Heraklius yakin bahwasanya Nabi Muhammad itu Nabi terakhir, tapi masalahnya Heraklius takut kehilangan dunia. Itulah yang menghalangi Heraklius untuk masuk ke dalam Islam, untuk masuk kedalam agama Allah Subhanahu wa Ta’ala karena dunia.

Siapapun dia, apakah ia seorang pemimpin ataukah rakyat jelata, apakah ia orang kaya atau orang yang tak mempunyai harta. Semuanya akan kembali kepada Allah, semua akan meninggal dunia, semua akan dikafankan, semua akan ditanya oleh Malaikat Munkar dan Nakir. Untuk itulah kita berpikir.

(Sumber: radiorodja.com)

To Top