Catatan 12

Menuntaskan Amanah Dimasa Pandemi Covid-19

Oleh : Dedi Fatria (Mahasiswa Hukum Tata Negara Pasca Sarjana Unand)

Gemuruh Pemilihan Kepala Daerah sudah dimulai. Para calon yang mendapatkan rekomendasi partai politik mulai merapat menuju box star.

Monuver politik sangat dinamis, jegal menjegal sudah hal yang sangat lumrah.

Pemilihan Gubernur Sumatera Barat sangat terlihat jegalan penguasaan basis lebih dominan, jegalan diperkuat lagi dengan menutup ruang melalui rebutan rekomendasi, bahkan tidak sedikit kader partai pun terjegal dirumah sendiri.

Dinamika ini menjadikan pelajaran berharga bagi politisi muda di ranah minang. Jika ingin maju menjadi kepala daerah harus mempersiapkan segala sesuatunya dan memahami prosedur setiap partai, karena lain lubuak lain ikan nyo, lain nagari lain adaik nyo.

Setiap partai memiliki mekanisme yang berbeda, ada yang cukup sampai pengurus provinsi namun mayoritas harus menginjakan kaki di kantor pusat di Jakarta.

Jika ingin menonton para kepala daerah se Indonesia manjalepok duduak diemperan maka kemaren lah saatnya.

Kami menerima telepon dari salah seorang teman yang masih berani ke Ibu Kota saat pandemi.

Katanya, kantor DPP Partai bak pasar malam, para Gubernur dan Bupati Incumbent ” manjalepok duduak dilantai sambia mamacik boto aqua manunggu bisa batamu jo panguruih partai”.

Tapi kami pastikan tidak semua partai seperti ini, masih ada juga partai yang menjalankan mekanisme rekcruitmen calon kepada daerah yang masih tertib dan manusiawi.

Untuk calon Bupati dan Walikota cukup sampai pengurus Provinsi, baru untuk Gubernur yang mengharuskan calon datang ke Pengurus Pusat di Jakarta.

Kembali lagi kepada mekanisme partai masing-masing, ada yang menganut azas Budi Caniago dan ada Koto Piliang, bahkan ada yang sistem Komando.

Jika diamati semangat menjadi kepala daerah masih mengebu di negara ini, secara umum sangat wajar dan pantas saja, jika dikelompokkan kenapa orang berminat menjadi kepala daerah.

Kelompok pertama bisa jadi karena sudah berkarier dipolitik sejak lama, ada calon yang sudah beberapa kali menjadi anggota DPR RI kemudian maju menjadi gubernur, ada juga dari bupati menjadi calon gubernur atau wakil gubernur, karena masa jabatannya menjadi bupati tidak dapat lagi diperpanjang, ada juga anggota DPRD baik provinsi maupun kota maju menjadi bupati atau walikota.

Kelompok kedua barangkali adalah kelompok para pengusaha, menurut kami menjadi pengusaha adalah hal yang paling nyaman untuk dijalani,” kok kabarumah rancak, kok kabaoto mewah, tasarah sin lah, urang dikampuang ndak heboh. Pitih, pitih inyo, bebas bebas aja, ” tapi mungkin mereka mencari good will, barganing position, “sakayo kayo urang” masih lebih dihormati menjadi kepala daerah atau mungkin juga filosofinya bisa bermanfaat untuk orang banyak.

Kelompok ketiga barangkali ingin menguji integritas dan elektabilitas, untuk capaian politik dimasa yang akan datang, tidak sedikit kita terheran-heran, kenapa beliau mau maju menjadi kepala daerah, padahal masih muda, usahapun masih mulai merintis, bahkan ada yang baru dikampung, bahkan baru tamat kuliah, katanya semangat baru, tapi ada senior kami mengatakan “baru sumagaik sajo, alun patuik sarato mungkin rasonyo jika dilihat oleh kacamata biasa”, tapi bisa jadi untuk menaikkan popularitas saja, untuk target pemilu atau pilkada selanjutnya.

Satu sisi jika diamati lebih mendalam, kita harus memberikan apresiasi yang tinggi kepada para calon kepala daerah, mental siap bertarung dalam hal ini bukanlah persoalan gampang, banyak persiapan yang harus disiapkan, kami membagi menjadi beberapa hal.

Pertama, uji finansial, finansial adalah hal yang utama dan terutama sekali, ada standar minimal yang harus disiapkan, setelah mendapatkan rekomendasi partai, tentu biaya kampanye tidak akan sedikit, selesai kampanye para calon harus menyiapkan biaya saksi untuk semua TPS,” ibaraik urang kamakan, nan bareh wajib dibali, minyak pananak nasi harus ado pulo, masalah samba bisa jo lado giliang sajo, bisa pulo jo talua bulek, ikan japang, atau bisa juo makan tunjang dan tambusu”.

Keadaan ini tentu sangat berbanding terbalik dengan penghasilan halal seorang kepala daerah.

Kedua, uji strategi, seorang calon kepala daerah harus memiliki strategi yang jitu dalam memenangkan pertempuran ini, penguasaan daerah pemilihan, penyusunan tim sukses yang tidak sembarangan, salah strategi dalam penyusunan tim sukses bukan menambah suara jangan jangan akan mengurangi suara.

Selain itu strategi kampanye saat ini kami rasa sudah cukup unik dan menarik, pengunaan media sosial adalah hal penting saat ini, selain dengan prestasi pribadi sang calon, memanfaatkan keberadaan tokoh nasional adalah strategi jitu menjadi pertimbangan, “baibaraik basanda kabaringin gadang” meskipun tidak sedikit juga yang menuai kontroversial.

Komentar ketua MUI Sumatera Barat cukup pedih untuk dibaca, tapi apapun itu ini adalah bagian dinamika politik, semuanya untuk kepentingan memenangkan pertempuran.

Ketiga, uji stamina, stamina adalah hal yang amat penting apalagi dalam kondisi covid-19 ini, meskipun dilarang dapat dipastikan turun kelapangan masih akan dilakukan oleh seorang calon kepala daerah, tidak jarang dalam satu hari seorang calon kepala daerah istirahat menjelang subuh, karena berjanji disana sini untuk sosialisasi, apalagi bagi daerah kabupaten yang cukup luas, dari satu titik ke titik lain akan memakan waktu dan stamina.

Keempat, uji konsep, setelah reformasi bergulir, pemilihan langsung kepala daerah menganut sistem suara terbanyak, telah merubah pola kesuksesan para calon, calon kepala daerah harus menjual konsep yang tidak sembarangan, salah-salah menyusun konsep akan menjadi tertawaan sebagian masyarakat yang memahaminya, jika seorang calon walikota tidak paham kewenangan pemerintah daerah, bisa saja beliau akan bercerita tentang kewenangan propinsi saat kampanye, bahkan tidak sedikit yang menjanjikan akan merubah kebijakan pusat.

Konsep pun harus rijit dan jelas, harus memperhatikan RPJMD atau RPJPD, bahkan pemerintahan setingkat diatasnya.

Saat ini sistem pengelolaan keuangan daerah tidak sesederhana pemerintahan sepuluh tahun yang lalu, ruang-ruang kosong sudah banyak ditutupi oleh pemerintah pusat, apalagi ruang korupsi, semua anggaran harus berangkat di terminal, istilah naik dijalan sudah semakin tidak laku lagi, evaluasi pemerintahan setingkat diatasnya adalah hal yang harus menjadi perhatian, Pemerikasaan BPK bisa berpindah menjadi pemeriksaan KPK.

Rata-rata kemampuan keuangan daerah di Sumatera Barat masih minim, hanya beberapa kota yang cukup sejahtera, PAD Kabupaten- Kota masih berkisar tujuh sampai lima belas persen dari jumlah APBD.

Setengah dari APBD, daerah kebanyakan masih untuk belanja pegawai, sebagian lagi untuk kegiatan wajib seperti pendidikan, kesehatan, belum lagi untuk kegiatan rutin setiap SKPD.

Berapakah dana yang bisa dijadikan untuk menuntaskan mimpi seorang kepala daerah, kami rasa tidak lebih dari lima sampai delapan persen, kecuali kepala daerahnya lihai mencari dana ke pusat, cerita bisa lain.

Pertanyaan saat, ini bagaimana menjadi kepala daerah dimasa pandemic covid-19, jika dihubungkan dengan semangat ingin maju untuk mendapatkan rekomendasi partai, cukup mengherankan.

Kenapa demikian, APBD awal Tahun 2020 telah di recofusing, artinya kegiatan telah banyak yang dihilangkan untuk keperluan covid-19, sekarang banyak daerah kabupaten dan Kota sedang pembahasan APBD Perubahan Tahun 2020, kami sangat yakin Tim Anggaran Pemerintah Daerah akan memulai pembahasan dengan defisit yang cukup banyak.

Kenapa demikian, capaian PAD tahun 2020 tentu tidak maksimal karena covid19 Pemerintah Pusat pun telah membatalkan kegiatan yang bersumber dari dana Alokasi Khusus.

Artinya tidak kurang saja sampai akhir tahun 2020 sudah syukur Alhamdulillah, jika kita prediksi untuk APBD 2021 tentu akan lebih miris lagi, dan kami cukup menyakini hal ini akan berdampak sampai lima tahun kedepan, roda pemerintahan akan dijalankan dengan belanja yang pas-pasan.

Kenapa demikian, karena mayoritas pemerintah daerah di Sumatera Barat bergantung 85 % sampai 90 % APBD nya pada pemerintah pusat. Sementara APBN juga tidak maksimal dikarenakan covid-19 ini.

Konsekwensi dari belanja yang pas-pasan tentu akan berdampak kepada penuntasan visi dan misi seorang kepala daerah. Visi dan misi harus mempertimbangkan kondisi APBD dan APBN COVID-19.

Mimpi seorang kepala daerah tidak bisa serampangan, memimpikan hal hal yang sifatnya hedonisme saat ini adalah bulshit belaka.

Jika disimpulkan sesungguhnya menjadi kepala daerah atau pejabat daerah dimasa pandemic covid-19 ini,” ibaraik manjadi niniak mamak ndak ba abuan” .

Semoga semua niat baik menjadi kepala daerah dapat kita luruskan, berkampanyelah di hal-hal yang rasional dan wajar, ” baibaraik amai paja kapai kapasa, diagiah dek lakinyo pitih saratuih ribu, nan sambilan puluah ribu pambali bareh, lado, bawang, maco, talua, minyak, bara buliah pambali martabak atau kue pancuang, iyo sapuluah ribu noh,”.

Selamat berjuang bapak ibu calon kepala daerah di Ranah Minang, semoga semua niat baik bapak,ibu adalah untuk kesejahteraan masyarakat, dan menjadi amal di yaumul akhir nanti.(*)

To Top