Karangasem, KABA12.com — Dua bulan sudah bencana Gunung Agung, Bali, membuat sejumlah warga yang tinggal di lereng gunung setinggi 3.142 mdpl itu menepi ke pos-pos pengungsian. Selama itu pula mereka seperti tercerabut dari akar ekonomi.
Pendapatan yang mandek, roda ekonomi berhenti, dan tak ada lagi pemasukan menjadi pemandangan rutin setiap harinya di pengungsian. Kondisi itu pun akhirnya membuat sebagian pengungsi memutar otak untuk menggerakan roda ekonomi mereka.
Salah satunya seperti yang dilakukan I Nyoman Suardika. Pria asal Banjar Kesimpang, Desa Besakih, yang tinggal di Pos Pengungsian UPT Pertanian Rendang itu membuka sejumlah usaha. Salah satunya adalah menjajakan jasa potong rambut. Ternyata peminatnya banyak. Ia bersyukur meski berada di pengungsian namun tetap bisa berkreasi mendulang rupiah.
Selain menjual jasa potong rambut, Suardika juga menjual kacamata. Lumayan, banyak pula yang membeli, utamanya ketika Gunung Agung menyemburkan abu vulkanik. Saban hari, ada saja pelanggan yang menggunakan jasanya merapikan rambut.
“Tapi karena sesama pengungsi, jadi bayarnya seikhlasnya saja. Saya tidak mematok tarif. Terserah mereka mau dibayar berapa saja saya syukuri,” kata Suardika seperti dikutip viva.co.id, Sabtu (9/12).
Awalnya, Suardika belum kepikiran untuk membuka usaha di pengungsian. Namun, karena terdesak ekonomi, ia akhirnya meminta izin kepada petugas di pengungsian untuk membuka usaha. Gayung bersambut. Ia diperkenankan membuka usaha.
Bermodal seadanya, Suardika membangun tenda kecil dari terpal di pengungsian. Jadilah usaha potong rambutnya itu. Suardika sendiri sesungguhnya memang pengusaha kecil-kecilan. Ia menjual kacamata di desanya.
“Awalnya saya bingung mau ngapain. Bosan sekali di sini. Tapi, saya akhirnya dapat ide buka usaha di sini. Cukur rambut dan jual kacamata,” kata dia.
Tak hanya dirinya, beberapa pengungsi pun akhirnya membuka usaha juga di pengungsian. Salah satunya adalah Ni Nyoman Sariasih yang menjual sembako di pengungsian.
“Ada uang sedikit, saya putar jual sembako kecil-kecilan. Biar ada kegiatan sekaligus memutar modal,” kata Sariasih yang sehari-hari merupakan petani.
(Dany)