Catatan : Harmen
Malam-malam di bulan Ramadhan ini, semangat “batanggang” kawan-kawan para penghuni lepau-lepau kopi justru semakin menggebu. Tradisi “ ka lapau” menjadi kebiasaan untuk membangun diskusi tentang banyak hal, tentang banyak isu dan tentang apa yang harus diramu untuk aktivitas besok, semakin menghangat.
Suasana lapau terkadang semakin hangat dengan ragam menu bahasan yang kian malam, justru semakin bertambah, seiring “batambuah” menu minuman-makanan yang juga menjadi langganan kawan-kawan penghuni lapau.
Ragam topik hangat, tak hanya soal ibadah, soal chip permainan di kedai tertentu, topik politik di lepau tertentu, termasuk topik hangat soal #save pak haji, yang selalu hangat untuk selalu selalu diperdebatkan.
Luar biasanya Ramadhan, tak hanya menjadi moment beribadah, tapi juga semakin memperkental siturrahmi antar sesama, berbagi pemikiran tentang beragam hal, termasuk mempersiapkan moment kebersamaan yang rasanya akan akbar jika selalu dilandasi semangat peduli untuk mempersilahkan diri berada dalam kebesaran jiwa akan ragam dinamika yang ada.
Adalah teh telur menjadi menu rutin yang bagi penulis menjadi penambah energi dalam berdiskusi, apalagi menu khas yang disediakan senior penulis di kedai miliknya yang justru banyak menjadi daya tarik banyak orang. The Telur Tupai.
Jangan salah menduga, Teh Talua Tupai, layaknya teh talua yang menjadi minuman kebanggaan masyarakat Minang dimanapun merantau. Tak usahlah penulis terangkan apa itu teh talua, karena sudah menjadi menu semua lepau di daerah lain.
Tapi yang unik bahkan menjadi supporting khas, adalah Teh Talua Tupai, yang bahkan menjadi menu minuman pembuat kangen para wartawan luar daerah yang melakukan tugas jurnalistik ke Lubukbasung.
Bahkan, lepau Teh Talua Tupai, menjadi sangat terkenal di daerah ini, karena disebut-sebut sebagai pusat diskusi “berat” tentang banyak hal, bahkan menjadi lokasi yang sengaja dilirik banyak mata, apalagi di moment-moment tertentu, walau pada dasarnya tidak ada yang berat untuk dibahas. Semua landai-landai saja, cuma maota-moaota lamak menjelang waktu sahur menjelang.
Alangkah luar biasanya lapau, apalagi ada menu Teh Talua Tupai, yang menu olahan tambahan justru didatangkan khusus dari luar negeri. Karena tak hanya sebagai suplemen khusus untuk penambah energi, tapi jadi pengencer nurani untuk selalu memandang kondisi sebagai bagian dari tanggungjawab bersama mendorong kemajuan negeri ini.
Tapi itulah kondisi kekinian tradisi. Semua tak harus selalu dipandang sebagai hal-hal yang ideal, karena cara memandang Teh Talua Tupai, juga banyak kaca mata yang berkompetisi. Padahal semua, masih berada dalam posisi seadanya, ada air panas, telur yang dikocok, dicandung aduak teh bubuk. Bedanya ada suplemen Tupai yang ada luar negeri, yang penulis pun sulit menjelaskan pada para pembaca, karena sudut pandang yang berbeda. Itulah dinimika.- (*)