Catatan : Harmen
Kecil jadi kawan, saat membesar akan menjadi musuh mengerikan. Ini padanan pas untuk kasus-kasus kebakaran yang kini semakin banyak terjadi di daerah ini. padanan ini, mungkin pas-pas juga, bahkan sah juga dengan ibarat memelihara ular, yang setiap saat akan mematuk tuannya, jika tak hanya diberi kenikmatan.
Karena hari-hari terakhir, daerah ini disibukkan dengan semakin tingginya itensitas kebakaran. Tidak hanya, terbakarnya pemukiman warga, tumpukan sampah, lahan perkebunan bahkan areal pebukitan yang semakin mengancam aktivitas berkehidupan masyarakat.
Bahkan, yang terkini adalah meluasnya ancaman kebakaran di pebukitan pinus di kecamatan Baso, yang berpotensi menjadi kebakaran lahan perkebunan terbesar, yang seperti beberapa tahun lalu, akan memicu memburuknya kualitas udara karena dibungkus kabut asap.
Mudah-mudahan saja, potensi yang semakin “menyesakkan napas” banyak orang itu, bisa segera diatasi. Tentu dengan kesiapan kesigapan semua lini, karena musibah yang terjadi, mestinya menjadi bagian dari peduli bersama dan keahlian bersama sesuai porsi yang sudah diamanahkan.
Kobaran yang kian membara di setiap sudut daerah ini, memang semakin menguatirkan. Karena saat ini, semua pemangku kebijakan masih lena dengan aura tak berkesudahan yang entah untuk tujuan kenikmatan apa.
Namun, opini yang justru berkembang. Kondisi yang ada saat ini, justru akibat keluguan yang pura-pura diketengahkan, seakan menjadi resapan akan jatidiri, sehingga akan memunculkan penilaian yang seadanya.
Dan karena “keseadaannya” itulah yang kerap membuat daerah ini menjadi kerap terlambat dalam banyak hal. Para pemangku kebijakan justru akan “tersentak” saat daerah lain, sudah lebih dulu berbuat dan membangun kebijakan. Daerah ini, justru akan buru-buru melakukan hal yang sama,itu setelah muncul “ siburangsang” .
Ironi memang, asumsi yang “mungkin” muncul selama ini, adalah karena kesudahbiasaan, karena kesenioran atau bahkan sudah terbiasa melakukan hal-hal rutin bernama tugas dan tanggungjawab, maka hal-hal rutin yang biasanya tidak diawali dengan “siburansang” pimpinan, mestinya tak muncul.
Hanya karena, semakin lemahnya bentuk kepedulian. Bahkan memang “mungkin” banyak yang sengaja mengintai pimpinan terperosok dalam lobang pada hal-hal yang mestinya tak terbangun, atau memang disanalah ukuran kualitas wujud tanggungjawab, yang sempena mesti ada pengakuan jujur untuk berserah pada posisi, bukan justru memaksakan jika adalah yang terbaik selalu memang tampuk.
Muaranya, akan sama dengan ancaman kobaran yang kian membara dalam endapan api dalam rumput-rumput liar yang kini mengincar areal pebukitan dan lahan perkebunan milik warga, yang setiap saat akan membara jika ada hembusan angin.
Tak lah. Disaat semua ingin tampil sebagai penyelamat visi-misi daerah ini,para pelaku “seadanya” atau memang karena aji mumpung namun tidak mempunyai kemampuan ekstra untuk menjawab harap yang menggunung, suatu ketika akan terpana sendiri, karena kobaran itu akan padam dengan sendirinya, saat dideru hujan lebat yang takkan pernah meminta izin untuk mengguyur kobaran yang selalu mengintai malu-malu.-Semoga.-(*)
