Oleh : Harmen
Biarlah penulis menghukum pandemic sebagai biang pemicu segala masalah yang kekinian dirasa banyak orang.
Akar pandemic yang menjalar sejak Maret 2020, hingga kini sangat dirasakan dampaknya di beragam lini, di sektor ekonomi, kegalauan usaha, tersekat aktivitas rutin, tersendatnya proses belajar anak, yang akhirnya membungkus semua sektor.
Tak hanya yang sukses bermain dimasa pandemic. Hanya segelintir mendapat celah, meraup keuntungan pribadi dan kelompok, bahkan mengabaikan kisi-kisi nurani yang mestinya tetap harus bertahta ditengah dera nestapa yang ada.
Naïf memang, disaat semua harus berbalut dengan kalut, yang entah esok akan makan apa, entah dengan apa menutupi kebutuhan sekolah anak, bahkan rela antri memundurkan rasa, karena memang semua harus berjuang sendiri untuk menutupi diri.
Ironi lain, pandemic justru sukses membangunkan “kehancuran” masa depan yang diakui atau tidak, kini sudah terpatri di kelopak mata. Alangkah luar biasanya, disaat semua dituntut untuk melek tekhnologi informasi, harus menggenggam ponsel kemana-mana, anak-anak usia dini harus bertarung mengamankan kornea matanya yang terancam buta akibat radiasi.
Ironi lain, ponsel yang (dulunya) harus dijauhkan dari genggaman sang anak, karena diwajibkan untuk membaur, membangun silaturrahmi dengan sesama seusia, harus bermain, mengembali-kan tradisi bermain masa silam yang ditengarai memberi dampak positif bagi tumbuh kembang anak dan hal-hal lain, yang dulunya menjadi sebuah kewajiban, justru harus pupus dihajar pandemic.
Ironi lain, dampak selalu menyatu dengan ponsel, ancaman luar biasa terhadap moral justru kerap terabaikan. Dunia maya, dunia tekhnologi dengan serapan ancaman yang luar biasa, tak hanya dari sisi tekhnologinya saja, tapi “seleweran” gambar, video dan kalimat nyeleneh pembangkit libido yang menjadi konsumsi dalam usia tak patut.
Kini, dampaknya, tak hanya di Kabupaten Agam, bahkan di seluruh negeri ini, ancaman luar biasa untuk para generasi masa depan sudah sangat terasa. Kasus rudapaksa, kasus pelecehan anak, bahkan kasus-kasus lain yang bermuatan berat untuk dinyatakan masuk dalam tindak pidana, sudah semakain menjadi-jadi.
Wajar, kita Kapolres Agam AKBP.Dwi Nur Setiawan, menyatakan daerah ini dalam keadaan darurat perlindugan anak. Faktanya, kasus pelecehan, rudapaksa terhadap anak, bahkan kasus-kasus penyimpangan seksual sudah semakin menjadi-jadi.
Korban mengkambing-hitamkan pandemic Covid-19. Namun, dampak dari segala aturan, penekanan dan kewajiban untuk “menyatu “dengan tekhnologi komunikasi disaat tak patut, salah satunya dianggap sebagai biang keladi dari segala persoalan yang kini mencuat, bahkan jadi perbincangan hangat publik.
Memang, semua harus berpulang pada diri. Membangun kekuatan iman dengan ibadah adalah tameng penting yang mestinya merata menjadi kebutuhaan semua insan. Hanya saja, genderang untuk bersama memperkuat iman dengan ibadah, apalagi bagi anak usia belia yang rentan terpengaruh, tak sepenuhnya bisa terbangun dengan baik.
Kita, para orangtua, terkadang karena menganggap sarana adalah salah satu media kasih sayang, sengaja melepas bebas, tanpa control akan aktivitas anak. Terkadang, karena gengsi kita,para orangtua beranggapan anak akan bisa dengan sendirinya menyuasaikan diri dengan kemajuan era, namun kita lupa, disela anak, disamping anak, ada oranglain, lingkungan dan segala macam tipu daya menyesatkan, yang membuat hanyut semua mimpi, bahkan impian yang dirajut.
Mestinya kita, para orangtua mulailah mempersalahkan diri sendiri, mulai mempelasah ego diri, dengan membangunkan kesadaran dan peduli, untuk hadir sebagai sosok yang sesungguhnya dalam menjaga, mengawasi, mengasuh anak.
Darurat perlindungan anak menjadi “pandemic lebih besar” yang nyata akan mengancam masa depan bangsa dini, karena mereka ada penerus. Saatnya, semua ini membangunkan diri sendiri, perkokoh ukhuwah, nyatakan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah menjadi patron dalam keseharian yang sesungguhnya.
Karena kini, seakan fitrah tak lagi bertuah. Tuah, yang mestinya fitrah ditangan anak-anak kita, mestinya dialirkan kearah “tuah” yang sesungguhnya. Semoga.-(*)