Oleh : Safrudin Nawazir Jambak
(Anggota Badan Anggaran/ketua FPKS DPRD agam)
Tulisan ini penulis “alas” sebagai masukan dan perhatian bagi kita para penyelenggara pemerintahan, sekaligus juga dimaksudkan agar menjadi “warning” dengan banyaknya kita dengar berita kasus hukum dalam penyelengaraan pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif.
Memang tidak ada yang sempurna tapi kiranya mari berjalan “on the track” agar terhindar dari berbagai penyimpangan dan masalah hukum.
Fraud, Apa itu fraud? Menarik untuk diketahui. Selama ini fraud sering kita kenal dalan dunia swasta tapi sebenarnya istilah fraud merupakan tindakan kejahatan yang menurut KUHP meliputi pencurian / korupsi, pemerasan, pengancaman, penggelapan.
Intinya perbuatan curang yang merugikan baik pribadi maupun organisasi/institusi. Jadi fraud itu adalah prilaku curang.
Fraud bisa terjadi dimana saja, bisa di BUMN/BUMD, bisa juga dalam pengelolaan dana APBN dan pada lembaga negara serta kementrian, fraud juga terjadi pada pengelolaan dana ÀPBD di daerah.
Menurut sebuah asosiasi penyidik korupsi bahwa fraud memiliki tiga unsur penting yaitu perbuatan tidak jujur, adanya niat/kesengajaan dan adanya keuntungan yg tidak halal dengan merugikan orang lain.
Tindakan fraud bak sebuah operasi senyap dimana sulit sekali terdeteksi karena fraud bersifat tersembunyi serta dilakukan dengan modus yang selalu berbeda sehingga menurut para ahli bahwa perbuatan fraud terdeteksi apabila ada pihak yang melaporkan/membocorkanya, sehingga dalam sebuah survey di ungkapkan bahwa 45% fraud terungkap dari hasil laporan, 16 % dari audit internal dan 13% dari reviuw management.
Secara teori dapat kita ungkapkan beberapa penyebab terjadinya fraud diantaranya teori fraud triangle dimana dikatakan bahwa fraud terjadi karena 3 sebab yaitu preassure/tekanan, opportunity / kesempatan dan Rationalize / pengakalan.
Menurut gone theory bahwa penyebab fraud adalah greed/keserakahan, opportunity, needs/kebutuhan dan exposure/kedapatan.
Masih menurut teori bahwa fraud dalam pengelolaan dana APBD(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) di daerah terjadi dengan tiga tipe, pertama secara konvensional yaitu fraud skala mikro dimana sering terjadi pada tingkat KPA/kuasa pengguna anggaran seperti mark up, SPJ fiktif dan sebagainya.
Kedua fraud yang bersifat Political Corruption dimana fraud dalam skala lebih besar dengan persekongkolan politik dalam mengelola keuangan daerah yang berniat menyimpang dari aturan sehingga menguntungkan pribadi dan golongan.
Fraud kedua ini menyimpang jauh dari perencanaan tenokratik yang telah disiapkan para birokrat profesional.
Ketiga disebut State Capture Corruption dimana fraud dilakukan oleh pemegang kekuasaan yang yang bersifat kakap berdampak luas terhadap kerugian negara, di tingkat pemerintah dapat berupa menggadaikan dan menjual aset negara demi keuntungan pribadi atau golongan tertentu.
Fraud Pengelolaan APBD
Di era reformasi, salah satu agenda penting yaitu menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance).
Tata kelola yang baik didasari oleh SDM yang memiliki integritas yang tinggi, sistem yang baik dan pengawasan yang berlapis.