Maka fraud menjadi ancaman nyata bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Dalam pengelolan dana APBD baik propinsi maupun kabupaten/kota, peluang untuk terjadinya fraud senantiasa terbuka baik dari sisi belanja, pendapatan maupun pembiayaan, baik dari sisi eksekutif maupun di pihak legislatif.
Dari sisi belanja, kawasan pengadaan barang dan jasa menjadi ranah yang sangat rawan baik berupa mark up, permainan volume, spesifikasi dan sebagainya. Begitu juga di sisir sisa APBD atau sisa tender, penerimaan fee proyek dan bank bahkan juga mark down harga penjualan/lelang kekayaan daerah.
Maka apabila tidak hati-hati dapat menjerat bahkan sampai berurusan dengan pihak auditor/BPK dan banyak yang masuk”penginapan”.
Dilihat dari sisi pendapatan, terutama soal PAD ( pendapatan asli daerah) fraud dapat berupa memainkan target pendapatan baik pajak maupun retribusi, tidak mencatat atau menyetor ke kas daerah pendapatan, menyimpan pendapatan pada rekening pribadi, termasuk menerima gratifikasi dari pihak objek pajak.
Dipihak legislatif juga tak jarang kita dengar temuan perjalanan dinas fiktif, pemalsuan stempel pemda, pemalsuan tiket pesawat dan juga berupa “permainan” dalam pelaksanaan dan pengawasan proyek pemda. Ada juga kasus memberikan bantuan hibah/bansos dana pokir/aspirasi kepada lembaga yang fiktif. Barangkali awalnya dianggap biasa namun setelah menjadi temuan bahkan masalah hukum baru si pelaku menyesalinya.
Perbaikan Sistim. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Perbaikan sistem penyelenggaraan pemda telah berjalan selama ini, mulai dari perbaikan peraturan per undang-undangan, reformasi birokrasi dan memperkuat sistem pengendalian dan pengawasan, tetapi apakah telah merobah keadaan? Apakah telah efektif penyelengaraan pemerintahan sebagaima efektifnya sektor swasta?jawabnya jelas belum.
Lalu muncul pertanyaan berikut “kurangkah pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga masih belum efektif?.
Cukup !bahkan lebih, Sekurangnya terdapat tiga elemen pengawan bagi pemerintah daerah pertama pengawasan internal yang kita kenal dengan inspektorat, kedua pengawasan politis oleh legislatif dan ketiga pengawasan eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Maka kembali kepada tema utama tulisan ini bahwa sedemikan ketat sistem dan pengawasan tetapi praktek fraud tetap juga terjadi maka salah satu solusi yang paling efektif adalah memperbaiki integritas penyelenggara pemerintahan dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dan kejujuran.
Dan yang lebih penting lagi adalah keteladanan/ushwah dari pimpinan penyelengaraan pemerintahan daerah mulai dari kepala daerah dan legislatif seterusnya kepala Organisasi Pemerintah Daerah (OPD).
Fraud akan hilang apabila pimpinan tegas dan tidak membiarkanya dan begitu juga sebaliknya.
Meningkatkan sistem pengendalian internal oleh kepala daerah merupakan kunci utama, mematuhi peraturan per undang-undangan dan mentransformasi sistem kinerja prima (performance exellent) dunia swasta kedalam sistem pemerintahan dapat secara bertahap menghadirkan sebuah penyelengaraan pemerintahan yang efektif dan efesien sehingga angka fraud dapat terus ditekan bahkan “zero fraud” semoga. Wallahua’lam bissawab. (*)