Jakarta, KABA12.com — Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan untuk menarik Duta Besar Indonesia untuk Myanmar dan menggantinya dengan Kuasa Usaha (Charge de Affair).
Menurut dia, Myanmar telah melakukan pembiaran terjadinya kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya.
Pada pertemuan AIPA beberapa waktu lali, delegasi parlemen Myanmar juga menolak proposal kemanusiaan yang diajukan Indonesia dalam sidang AIPA.
“Penarikan duta besar merupakan bagian dari tindakan diplomatik untuk mengingatkan dan menekan Myanmar agar mereka memerhatikan suara dunia internasional terkait krisis kemanusiaan yang terjadi di Rohingya,” kata Fadli, seperti dikutip KOMPAS.com, Selasa (19/09).
Ia menilai, sudah saatnya ada peninjauan kembali terhadap relevansi diplomasi basa-basi yang selama ini menjadi trademark ASEAN.
Sikap tegas dalam diplomasi, kata dia, diperlukan tak hanya menyangkut isu-isu bilateral namun juga menyangkut isu mutilateral, regional, dan internasional. Terutama, jika isunya genting dan prinsipil.
“Sudah saatnya ASEAN berubah sehingga tak sekadar menjadi organisasi arisan,” ujar dia.
Krisis kemanusiaan yang terjadi di Rakhine, Myanmar, menurut Fadli, membuktikan bahwa diplomasi basa-basi justru kontraproduktif terhadap penciptaan perdamaian.
“Diplomasi semacam itu justru telah gagal memberikan perlindungan terhadap anak bangsa sesama kawasan,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Ia yakin, penarikan Duta Besar Indonesia dari Myanmar tak akan berdampak banyak terhadap kepentingan nasional, terutama pada hubungan perdagangan kedua negara.
Fadli menyebutkan, angka perdagangan dengan Myanmar nilainya terus anjlok.
“Jika pada 2013 nilai ekspor Indonesia ke Myanmar mencapai 556 juta dollar AS. Pada 2016 nilainya tinggal 145 juta dollar AS saja,” kata dia.
Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah menuduh tentara Myanmar melakukan pemusnahan etnis melalui operasi pembunuhan dan pengeboman yang menewaskan puluhan orang di desa-desa yang dihuni warga Rohingya.
Tentara menyangkal tuduhan itu.
Mereka bersikeras operasi itu adalah tanggapan yang proporsional terhadap serangan akhir Agustus oleh militan Rohingya, yang mereka beri label sebagai “teroris Bengali”.
Sejak saat itu, separuh dari populasi Rohingya di Rakhine menyelamatkan diri ke Banglades, di mana mereka sekarang juga tersiksa di salah satu kamp pengungsian terbesar di dunia.
(Dany)
