Pada awal Islam, pada era Nabi Muhammad dan para sahabat, perilaku jahiliyah baru dihapuskan oleh datangnya agama Islam yang dibawa Nabi. Karena itu, kondisi kaum wanita juga masih rawan fitnah. Mereka baru terangkat dari keterpurukan yang luar biasa, masih amat terlemahkan, dan potensi gangguan pun amat besar.
Hal itu disertai kondisi alam dan lingkungan yang belum memungkinkan wanita keluar rumah secara bebas dan aman. Rumah-rumah saat itu masih jarang. Tidak ada penerangan listrik, apalagi lampu. Jadi, posisi wanita belum aman dari gangguan.
Karena itu, amat bijak Rasulullah bersabda terkait tempat shalat yang paling tepat untuk wanita, yaitu di rumah masing-masing. “Sebaik-baik masjid bagi kaum perempuan adalah rumah mereka.” (HR Ahmad dari Ummu Salamah RA).
Dalam perspektif empat mazhab, fukaha Hanafiyah berpendapat wanita lanjut usia boleh shalat berjamaah di masjid karena mereka tidak lagi mendatangkan fitnah (gangguan dan gosip). Sementara itu, fukaha Malikiyah membolehkan shalat di masjid bagi wanita lanjut usia, setengah umur, bahkan yang masih muda apabila diyakini tidak menimbulkan fitnah.
Bagi fukaha Syafi’iyah dan Hanabilah, wanita boleh shalat berjamaah di masjid asal tidak berdandan dan diizinkan oleh suami mereka. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi: “Apabila para wanita kalian meminta izin pergi ke masjid, berilah mereka izin.” (HR Ahmad, al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain dari Ibnu Umar RA).
Dari paparan tersebut dapat dipahami fukaha empat mazhab menjadikan fitnah sebagai ‘illat (sebab) hukum dilarangnya wanita pergi ke masjid untuk shalat berjamaah.
Dengan demikian, jika tidak terjadi fitnah yang berarti tidak ada ‘illat hukumnya, larangan tersebut tidak berlaku sebagaimana dinyatakan dalam kaidah usul fikih: Al-hukmu yaduru ma’a ‘illatihi, wujudan wa ‘adaman (hukum itu terkait dengan sebabnya, ada atau tidaknya).
Prof KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer mengatakan, apabila kepergian wanita ke masjid aman dari fitnah karena banyak temannya, dekat dengan masjid, atau lampu penerangan jalan memadai, wanita diperbolehkan ke masjid. Bahkan, para ulama al-Azhar pada 1985 mengeluarkan fatwa wanita dan remaja putri dianjurkan ikut shalat berjamaah di masjid sebab kalau tidak, mereka tetap keluar rumah dan berkeliaran di tempat hiburan.
Apalagi banyak hadis sahih yang menegaskan shalat berjamaah jauh lebih besar pahalanya daripada shalat sendirian. Nabi Muhammad bersabda: “Shalat berjamaah dibandingkan shalat sendiri lebih utama 25, dalam riwayat lain: 27 derajat.” (HR al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain dari Ibnu Umar RA dan lain-lain).
(sumber: republika.co.id)