Kaba Terkini

“Qarun Al-Munawwir” dan Empat Nasehat Kepadanya

buya rahmanOleh : Rahman Buya

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri.” [QS. Al-Qasas (28): 76].

Ulama tafsir menjelaskan, bahwa dalam ayat ini Allah SWT menyajikan kisah Qarun untuk menjelaskan kepada manusia tentang orang-orang yang durhaka dan menyombongkan diri di dunia dan diakhirat, serta akibat perilaku durhakanya itu.

Qarun adalah sosok lelaki tampan, sehingga dinamai Al-Munawwir karena kerupawanannya, dan masih punya hubungan kekerabatan dengan Nabi Musa. Dia seorang Bani Israil yang paling hafal hafal dan fasih membaca Taurat, tetapi dia menjadi munafik. Ahli Tafsir Ahmad Mushthafa Al-Maraghi menjelaskan, bahwa sesungguhnya Qarun berasal dari kalangan Bani Israil, ia adalah putera paman Nabi Musa. Nabi Musa adalah putera Imran bin Kahts bin Lawai bin Ya’kup as, sedangkan Qarun putera Yashhur bin Kahts danseterusnya. Sementara dalam tafsir Jalalain juga  diterangkan  bahwa Qarun adalah saudara sepupu Nabi Musa sendiri, yaitu anak saudara lelaki ayah Nabi Musa yang menikah dengan Saudara perempuan ibu Nabi Musa, dan Qarun beriman kepada Nabi Musa.

Qarun yang ‘rupawan’ dan kaya raya sangat jauh dari sifat tawadhu’ (rendah hati), yang  merupakan sifat mulia dan sangat baik untuk dimiliki setiap orang. Dan terlebih indah lagi jika dimiliki oleh orang-orang kaya dan ‘berkedudukan tinggi’ secara sosial dalam masyarakat, seperti halnya Qarun. Sebaliknya Takabbur (sombong) adalah pakaiannya, yang merupakan sifat buruk dan harus dihindari oleh semua manusia.

Sebab Kedurhakaan dan kesombongan Qarun

“ ….Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.” Dalam tafsir dijelaskan ternyata ‘harta yang melimpah’ inilah yang membuat Qarun lupa diri, dan menjadi pangkal kesombongan dan kedurhakaannya kepada Allah Ta’ala. Dalam beberapa riwayat, dikisahkan Qarun memang Allah anugerahkan harta yang luar biasa jumlahnya, dan tak tertandingi saat itu.

Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kunci-kunci perbendaharaan Qarun yang berjumlah 400.000 itu dipikul oleh 40 orang lelaki kuat. Setiap lelaki memikul sepuluh ribu kunci. Tidak diragukan lagi, pembatasan seperti ini membutuhkan sanad yang kuat, yang sulit untuk bisa dicapai. Yang pokok, uslub seperti ini menunjukkan kepada banyak,  tanpa ada batasan tertentu (Tafsir Al-Maraghi (jilid 20): 167). Dan dalam Tafsir Jalalain, dijelaskan menurut suatu pendapat dikatakan, bahwa jumlah mereka ada tujuh puluh orang, dan pendapat yang lainnya mereka (yang bertugas memikul kunci-kunci harta Qarun itu) ada sepuluh orang.

Dalam ayat-Nya [“Idzqoola lahuu qoumuhuu Laa tafroh”], Allah menunjukkan waktu dilakukannya kedurhakaan itu. ‘Qarun memperlihatkan kebanggaan dan kesenangannya dengan apa yang telah diberikan kepadanya ketika kaumnya Bani Israil berkata kepadanya,“Janganlah kau memperlihatkan kegembiraan dan membanggakan diri dengan banyaknya harta, karena hal itu akan membuatmu semakin buas untuk menumpuk kesenangan dunia yang tidak ada harganya itu, dan membuatmu lalai akan urusan akhirat serta mengerjakan apa yang diridai Tuhanmu”

Pada penghujung ayat Allah Ta’ala mengatakan “Innalloha laa yuhibbul farihiina” (sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri). Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan memuliakan orang-orang yang bangga dengan kesenangan dunia yang berlebihan, tidak pula akan mendekatkan mereka kepada-Nya. Tetapi sebaliknya Allah Ta’ala akan membenci dan menjauhkan mereka dari sisi-Nya.

Nasehat Kaum Qarun Kepadanya (dijelaskan dalam  QS. Al-Qasas (28): 77)

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” [QS. Al-Qasas (28): 77].

Ulama tafsir Ahmad Mushthafa Al-Maraghi menguraikan, berdasarkan ayat diatas, ada beberapa nasehat yang terkandung dalam ayat tersebut (terhadap Qarun dari kaumnya):

  1. Pergunakanlah harta dan nikmat yang banyak yang diberikan Allah kepadamu ini untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai macam cara pendekatan yang mengantarkanmu kepada perolehan pahala-Nya didunia dan akhirat. [“Wabtaghi fiimaaa aataakallohuddaaral aakhirota”]
  2. Janganlah kamu meninggalkan bagian mu dari kesenangan dunia dari perkara makan, minum dan pakaian, karena Tuhanmu mempunyai hak terhadapmu, dirimu mempunyai hak terhadapmu, demikian pula keluargamu, mempunyai hak terhadapmu; [“Walaa Tansa nashiibaka minaddun ya”]
  3. Berbuat baiklah kepada makhluk Allah, sebagaimana Dia telah berbuat baik kepadamu dengan nikmat-Nya yang dia limpahkan kepadamu, karena itu tolonglah makhluk-Nya dengan harta dan kemuliaanmu, muka manismu, menemui mereka secara baik, dan memuji mereka tanpa sepengetahuan mereka: [“Wa ahsing kamaa ahsanallohu ilaika”]
  4. Dan janganlah kamu tumpukkan segenap kehendakmu untuk berbuat kerusakan dimuka bumi dan berbuat buruk kepada makhluk Allah; [“Walaa tabghil-fasaada fil ardh”]

Nasehat-nasehat ini dikemukakan dengan alasan; [innalloha Laa yuhibbul-mufsidiina” – QS.Al-Qasas (28): 77) ] karena sesungguhnya Allah  tidak akan memuliakan orang-orang suka mengadakan kerusakan, malah menghinakan dan menjauhkan mereka dari dekatnya kepada-Nya dan tidak  memperoleh kecintaan serta kasih sayang-Nya.

Jawaban Qarun Terhadap Nasehat Kaumnya

Allah SWT menjelaskan bahwa sekalipun nasehat-nasehat itu disampaikan, namun Qarun tetap enggan menerimanya, malah semakin kufur akan nikmat. Dalam firman Allah SWT dijelaskan “qoola innamaaa uutiituhuu ‘alaa ‘ilmin ‘inndii”[QS. Al-Qasas (28):78], Qarun berkata kepada orang-orang yang memberi nasehat, “Aku diberi harta simpanan ini karena ilmu yang ada padaku, Allah mengetahui hal itu, lalu meredaiku dan mengutamakanku dengan harta ini diatas kalian.”. Ringkasan perkataannya, “Aku diberi harta tidak lain karena Allah mengetahui bahwa aku memang berhak untuk menerimannya”

Qarun lupa, bahwa jika Allah memberi harta kepada seseorang disebabkan karena keutamaan  yang ada padanya, kebaikan yang dimilikinya dan Dia (Allah) meredainya, sudah tentu Allah tidak membinasanakan para pemilik harta yang lebih banyak hartanya dibanding dia. Sebab orang yang diredai Allah mustahil Dia akan membinasakannya. Dia (Allah) hanya akan membinasakan orang yang mendapat murka. Apakah Qarun tidak menyaksikan Fir’aun?, pemimpinnya yang tertinggi, yang kebinasaannya dilihat dengan jelas? Setelah mengancam Qarun dengan menceritakan pembinasaan orang sebelumnya yang serupa dengannya didunia, selanjunya Allah SWT mengecam seluruh orang durhaka dengan azab akhirat yang paling keras.

Jadi dalam ayat ini Allah SWT menyajikan kisah Qarun untuk menjelaskan akibat buruk orang yang durhaka dan menyombongkan diri. Qarun ‘yang rupawan’ dan ‘hartawan’ dan telah diberi ‘kecerdasan’ tetapi bersifat takabur; sombong dan merasa paling banyak hartanya, akhirnya dibinasakan oleh Allah SWT dengan guncangan dan himpitan bumi, sehingga kezaliman dan kesombongannya menjadi contoh perumpamaan seluruh umat manusia. “Maka Kami benamkanlah Qarun berserta rumahnya kedalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah dia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)” [QS. Al-Qasas (28): 81].

Dengan contoh tersebut mereka mengetahui dengan jelas akibat dan hukuman yang diterima oleh orang-orang yang engkar dan durhaka didunia dan diakhirat kelak, bahwa mereka pasti akan menyesali perbuatannya. Firman Allah SWT,”Maka  tidaklah mereka termasuk orang-orang yang diterima alasannya.”[QS. Fussilat (41): 24].

(dari berbagai sumber).

To Top