Kaba Tausyiah

Prinsip Muslim Yang Bertauhid

Bagi muslim yang memiliki tauhid kuat, kekhawatiran pada corona dalam batas wajar masih dibenarkan. Namun, ketika sudah menjadi paranoid, hingga mengalahkan rasa takut kepada Allah, maka di sini tauhidnya jadi ternoda.

Ada beberapa prinsip yang dimiliki oleh orang bertauhid:
Pertama, segalah sesuatu yang menimpa tidak lepas dari izin Allah, sebagaimana firman-Nya:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
“Tidaklah menimpa suatu musibah, melainkan dengan izin Allah.” (QS. At-Taghabun [64]: 11) Kalau semua atas izin Allah, maka ketakutan berlebihan tidaklah pantas terjadi pada orang yang bertauhid.

Jadi, pada prinsipnya, bagi muslim semua yang terhadi dalam hidup ini sudah dicatat dalam Lauhil Mahfud, karena itu tidak ada alasan untuk rasa takut berlebihan.

Kedua, ketika merasakan suatu sakit atau kekhawatiran tertular penyakit, bagi muslim bertauhid yang akan diingat terlabih dahulu bukan langsung pada sakitnya, tapi Allah Yang Maha Memberi kesembuhan.

Perhatikan doa Nabi Ayyub berikut:
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“dan (ingatlah kisah) Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (QS. Al-Anbiya [21]: 23).

Di sini, saat Ayyub diuji dengan sakit yang sangat parah, yang dipanggil lebih dahulu adalah Allah, bukan sakit yang dideritanya. Bahkan, untuk menyebut sakit pun dengan penuh adab dan kesopanan.
Ketiga, ada hadits yang mengatakan bahwa, “Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut.” (HR. Bukhari).

Di sini ketauhidan seseorang akan teruji. Bahwa masalah sakit dan kematian, pada prinsipnya mutlak kehendak Allah. Kebinasaan atau kematian pada dasarnya bukan karena mendatangi daerah yang ada wabahnya.

Demikian juga keselamatan, bukan karena keluar dari daerah yang ada wabahnya. Pada dasarnya, semua itu tak lepas dari kehendak dan ketetapan-Nya, bukan karena sakit atau wabah itu sendiri.

Keempat, bagi muslim, apapun kondisinya baik baginya, sebagaimana gambaran Nabi: “Perkara orang mumin mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mumin, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.” (HR. Muslim)

Bagi Muslim, sembuh atau sehat semuanya adalah kebaikan. Jika sembuh atau sehat, dia bersyukur. Ketika sakit, dia bersabar. Ada banyak hadits yang menunjukkan bahwa ketika seorang sakit pun, masih mendapat kebaikan yaitu penghapusan dosa-dosa kecil. Bahkan, orang yang mati terkena wabah misalnya, terhitung syahid di jalan Allah.

Kelima, bukan berarti keempat prinsip tadai menafikan usaha manusia. Buktinya, Nabi memerintahkan agar tidak mendatangi negeri yang terjangkit wabah atau keluar dari negeri yang terserang wabah.

Dari lima prinsip itu, nyatalah bahwa tidak seharusnya rasa takut corona melebihi takut kepada Allah. Muslim yang bagus tauhidnya adalah yang sehat keyakinannya tidak memiliki takut yang berlebihan. Baginya, Allah adalah yang pantas ditakuti. Meski begitu, juga tidak menafikan usaha untuk menghindarkan atau memproteksi dari wabah penyakit.

(Sumber: Hidayatullah.com )

To Top