Oleh : Hasneril.SE
Aktivitas tolong menolong dengan memberi tumpangan seseorang adalah hal yang baik karena daripada harus jalan kaki yang jaraknya lumayan jauh, maka memberi tumpangan kepada teman atau kerabat memang sebuah solusi sosial yang baik.
Ini sering terjadi dalam kehidupan kita sehari- hari. Namun bagaimana Islam menyikapi hal seperti ini?
Pergaulan antara pria dan wanita dalam Islam pada dasarnya adalah terpisah, akan tetapi dalam hukum syara ada hal yang memperbolehkan mereka untuk bertemu/berinteraksi misalnya dalam perdangangan dan pendidikan.
Mengenai boncengan atau tumpangan selain muhrimnya itu tidak diperbolehkan syara. Hukumnya akan tetap berlaku kapan dan dimanapun berada, kecuali bila ada hal yang darurat.
Tapi bagaimana jika kita membonceng wanita yang bukan Muhrim dengan niat semata-mata hanya menolong? Tidak ada tujuan atau itikad yang negatif.
Kita perlu memahami antara niat dan cara haruslah sepadan.
Niat yang baik tidak mungkin dilaksanakan dengan cara yang tidak dibenarkan dalam Islam, meski mungkin seringkali dianggap lumrah oleh sebagian masyarakat. Tanpa mengurangi rasa percaya kepada niat baik orang yang ingin menawarkan bantuan untuk memboncengkan atau tumpangan , namun dari posisi duduknya di sepeda motor sudah termasuk hal yang tidak mungkin dibenarkan.
Sepeda motor itu hanya punya satu tempat duduk yang bila ada orang yang membonceng, maka pastilah keduanya bukan hanya berada dalam posisi berduaan, bahkan tubuh mereka pun bisa saling bersentuhan, baik dengan sengaja atau tidak, akan sulit mengatakan bahwa posisi demikian bukan berduaan (Khalwat).
Itu harus kita pahami dan kita sadari ,memang kalau orang tidak paham akan berpendapat lain .
Seperti dalam keluarga Ku sendiri ,istri kalau pulang dari kantor atau halagoh tidak membawa kendaraan kalau tidak dijemput karena sesuatu hal dia akan pulang dengan jalan kaki begitu juga anak perempuan yang sekolah di sebuah Madrasah kadang terlupa menjemput dia akan berusaha cari tumpangan teman perempuan kalau tidak harus gimana lagi dilanjutkan dengan jalan kaki pulang ,itu sudah pasti ada dua persepsi ada yang bilang kok jalan kaki tidak naik tumpangan (ojek) bisa penilaian pelit bagi yang tidak tahu syara ,bagi yang tahu syara akan bilang (dia bilang memang tidak boleh naik sepeda motor kalau tidak dengan Muhrim)nya itu mungkin dia jalan kaki pulang.
Saya pernah tidak memberi tumpangan pada yang bukan muhrim karena saya tahu jauh dan dekat dosanya dimata Allah swt sama-sama dapat dosa walaupun 100 meter tetap dosa.lebih baik saya pinjamkan sepeda motor dari saya yang memberi tumpangan.
Jika kendaraannya taksi, angkot atau becak, mungkin masih bisa dikatakan terpisah, sebab posisi sopir dan penumpang memang dipisahkan.
Tetapi sulit untuk mengatakan bahwa dua orang lawan jenis yang bukan mahram naik sepeda motor berboncengan itu bukan khalwat.
Bagaimana bukan khalwat, padahal tubuh mereka duduk di tempat yang sama.(*)