Kaba Bukittinggi

Pemprov Sumbar Harus Cari Solusi Nelayan Bagan di Danau Singkarak

Padang Panjang, KABA12.com — Tokoh masyarakat Nagari Simawang Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar, M. Nur Idris meminta Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat untuk mencarikan solusi dan kebijakan masalah keluhan dan aspirasi nelayan yang tergabung dalam Assosiasi Masyarakat Nelayan Danau Singkarak (Amanads).

Komitmen Pemprov. Sumatera Barat menjaga dan melestarikan Ikan Bilih di Danau Sungkarak, namun pelarangan dan penertiban alat tangkap nelayan berupa seperti bagan atau jaring angkat secara keras apalagi sampai merusak bagan nelayan juga kebijakan yang tidak elok, karena bisa merugikan nelayan yang termasuk kelompok keluarga menengah dan miskin.

“Kita setuju pelestarian ikan bilih danau singkarak jangan sampai punah karena keberadaan ikan bilih hanya di danau singkarak satu-satunya di dunia. Tapi jangan diklaim sepihak bahwa punahnya ikan bilih saat ini karena nelayan menangkap ikan pakai jaring angkat atau bagan saja penyebabnya. Dan Pemprov seenaknya menertibkan bagan nelayan bahkan sampai merusak tanpa ada solusi yang jelas” ujar M. Nur Idris usai menerima pengurus nelayan yang tergabung dalam organisasi Amanads di kediamannya di Padang Panjang, Kamis (05/09).

Menurutnya, Pemprov harus bijak karena ini menyangkut nasib hidup 330 KK nelayan dan keluarganya yang menggantung hidup mata pencarian sebagai nelayan jaring angkat atau bagan. Kalau dilarang tanpa ada solusi ini tidak elok, apalagi penertiban bagan dengan merusak dan memakai pengawalan aparat Satpol PP, TNI dan Polri bisa diasumsikan negatif dimata masyarakat nelayan dan keluarga serta kami warga nagari yang berada di lingkungan Danau Singkarak. Carikan solusi semisal menyuruh nelayan menukar mata jaring angkat dari ukuran kecil atau halus menjadi yang lebih besar.

“Pada prinsipnya kami warga sekitar danau singkarak terutama di daerah yang berada di Tanah Datar bersama tokoh masyarakat dan ninik mamak setuju ikan bilih harus dilestarikan jangan sampai punah. Para nelayan kami dengar sekarang juga sudah sepakat dan mendukung seruan Pemprov ini. Bahkan mereka sudah sepakat melalui organisasi menertibkan sendiri anggotanya. Ini kan sudah baik, dari pada melarang tapi tidak diberikan solusi. Kasihan mereka hilang mata pencariannya,” ujar M. Nur Idris.

Pengacara yang juga Direktur LBH Andalas Bukittinggi ini menilai, nelayan atau siapa saja yang berada di sekitar danau singkarak tidak boleh menangkap ikan bilih atau ikan yang berada di Danau Singkarak dengan cara-cara yang tidak bagus. Seperti pakai bom ikan, meracun dengan alat kimia atau menggunakan aliran listrik, termasuk memakai mata jaring yang halus atau kecil. Nah nelayan harus juga paham dan ikut menjaga agar cara-cara yang tidak baik itu terjadi di Danau Singkarak.

M. Nur Idris juga meminta Pemprov juga harus mengkaji ulang dan melakukan penelitian kembali apa penyebab utama makin berkurangnya populasi ikan bilih di danau singkarak secara terbuka dan transparan.

Menurutnya, dari informasi masyarakat kebijakan pemerintah daerah atau pemprov yang mengembangkan ikan jenis nila beberapa tahun lalu justru menjadi bumerang bagi perkembangan ikan bilih di Danau Singkarak. Karena sifat ikan nila itu diketahui secara alami memakan anak ikan lain termasuk ikan bilih. Begitu juga kebijakan aktifitas negara melalui bendungan PLTA Singkarak apakah sudah dikaji punya dampak terhadap perkembangan populasi ikan di Danau Singkarak.

“Jadi banyak yang harus dikaji oleh Pemprov dan Pemda Tanah Datar dan Solok. Melarang habis alat tangkap jaring angkat bukan solusi yang tepat ada baiknya disuruh nelayan menukar mata jaringnya. Kami juga mohon kepada DPRD Provinsi untuk memfasilitasi dan mendengarkan keluhan nelayan ini. Ajak asosiasi nelayan ikut berpartisipasi mengawasi anggotanya. Kalau masih membandel maka baru ditindak,” saran M. Nur Idris.

Disisi lain, M. Nur Idris juga mengatakan kebijakan Pemprov yang membantu beberapa nelayan dengan bantuan pukat dan jaring beberapa waktu yang lalu sudah bagus.

Namun ia mendengar, bantuan yang diberikan itu dilapangan diberikan bukan kepada nelayan yang tergabung dalam nelayan jaring angkat. Tapi diberikan kepada kelompok nelayan tradisional, namun kenyataan dilapangan yang menerima bantuan itu bukan yang benar-benar sebagai nelayan. Akibatnya sekarang dilapangan timbul ketegangan dan kecemburuan.

“Saya kritik kebijakan yang sebenarnya bagus ini. Tapi di lapangan saat ini terjadi ketegangan sesama nelayan. Apalagi kami dengar nelayan yang menerima bantuan pukat dan jaring ini, diklaim oleh pemprov sebagai kelompok yang menolak keberadaan nelayan jaring tangkap atau bagan. Kalau isu ini benar maka harus segera didudukan oleh Pemprov, jangan sampai nanti terjadi masalah sesama nelayan di sekitar danau di Singkarak,” tegas M. Nur Idris.

(Ophik)


Warning: Attempt to read property "term_id" on bool in /home/k7946951/public_html/wp-content/themes/flex-mag/functions.php on line 999
To Top