Oleh : Rahman
Tidak selamanya kompetitor (pesaing) dalam berbagai urusan dianggap sebagai ‘ganjalan’ dalam wewujudkan sebuah keinginan. Dalam sebuah ‘tradisi pertarungan’ kehadiran kompetitor sajatinya sangatlah penting, karena saat itulah segala potensi yang dimiliki seseorang diuji dan ditantang untuk menjadi yang terbaik.
Seperti dalam kontestasi proses suksesi kepemimpinan yang baru-baru ini terjadi disejumlah daerah provinsi dan kabupaten/kota, untuk memilih gubernur, bupati atau walikota yang digelar serentak secara nasional (masih dalam proses perhitungan suara di KPUD masing-masing). Memang sudah suatu sunnatullah dalam kehidupan adanya silih berganti jabatan dan amanah yang dititipkan pada seseorang, yang diharapkan menjadi ladang amal baginya untuk membuat berbagai terobosan, gagasan, program dan regulasi yang memberi dampak luas bagi kemajuan dan kebaikan umat.
Dalam perjalannya, kontestasi politik itu semakin ‘seru’ dan menantang, adu program dan argume (visi misi) antar kompetitor pun terjadi, yang muaranya ‘merebut’ simpati dan hati masyarakat agar menitipkan amanah kepadanya. Memang secara kasat mata, diantara kompetitor, tim pemenangan masing-masing kandidat, serta para relawan terjadi persaingan ‘panas’. Tidak hanya saling mempertahankan argumen (visi misi), saling serang rekam jejak, bahkan ‘saling bunuh’ karir pun terjadi. Bahkan diberbagai tempat tak jarang kita lihat ‘saling rebut kekuasaan’ ini pun ada yang berujung pada aksi kekerasan antar kelompok pendukung pasangan, terutama bagi yang kalah dengan dalih yang beragam, mulai dari pelaksanaan pemilu yang curang, pengelembungan suara, panitia TPS yang tidak profesional, masyarakat yang diklem ‘pendukungnya’ tidak diberi surat penggilan, dan beragam latar belakang lainnya. Walaupun ‘aksi massa’ itu bukan saluran resmi yang disediakan Undang-undang untuk menggugat berbagai dugaan pelanggaran, tetapi sebagian pihak tetap secara masif menggunakannya sebagai bagian dari ‘budaya kebebasan’ menyampaikan aspirasi. Itulah ragam ‘pemandangan biasa’ yang selalu berulang pada setiap terjadinya kontestasi politik ‘perebutan kekuasaan’.
Semua itu terjadi, karena adanya kompetititor, yang saling berebut jabatan dan kedudukan. Jika kita mampu memaknai arti sebuah amanah, maka sangat tepat dikatakan bahwa arena kontestasi dipanggung politik ibaratkan sebagai media, ‘festifal konsep dan gagasan’ dalam rangka mewujudkan perubahan yang lebih baik.
Amanah akan Allah teguhkan keduduknnya pada siapa yang dikehendaki-Nya, yang tentu saja tidak terlepas dari usaha dan amal serta doa yang menyertainya. Akan menjadi ladang amal yang luas bagi siapa saja yang niatnya semata-mata karena Allah dan untuk kemaslahatan umat.
Dan sudah selayaknya, bagi yang diberi kepercayaan atau amanah, merobah paradigmanya terhadap kompetitornya, bahwa ‘lawan politik’ adakalanya jadi sumber inspirasi untuk bekerja hati-hati, karena hujan kritik dan ‘festival konsep-gagasan’ kecenderugannya akan terus terjadi selama kepemimpinan itu dijalankan. Itulah makna positif hadirnya kompetitor dalam suatu kontestasi disemua bidang kehidupan, sehingga jika hal ini dipahami dengan baik oleh semua pihak, maka suasana damai, tenang dan kondusif akan tetap terawat dan terjaga.
Sebagaimana firman Allah swt, “Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkanmu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertwakal.” (QS. Ali ‘Imran (3): 160).
Diharapkan dengan perenungan yang mendalam sebagaimanan firman Allah swt tersebut, akan merefleksikan ‘rasa takut’ yang mendalam kepada Allah swt, manakala amanah itu tidak dijalankan dengan baik, sehingga akan selalu berhati-hati menjaganya. Dan yang tersingkir dalam kompetisi ini, juga tak perlu resah, gelisah dan berkeluh kesah, bahwa kehendak Allah mutlak adanya, bahwa anda adalah orang yang ‘terpilih’ untuk diuji kesabarannya, dan mendapat ruang perenungan yang luas untuk mengkaji dan mengoreksi diri, agar kedepan menjadi lebih baik lagi. Tidak satu makhluk pun yang akan mampu merubah ketetapan pada dirinya, kecuali semua itu adalah hak prerogatif Allah SWT Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Pendaaan yang melimpah, mesin partai (kendaraan politik) yang kuat, tim sukses yang mumpuni, dukungan elit politik mulai dari daerah hingga tingkat pusat, visi misi yang hebat, dukungan media massa yang luas dan lain sebagainya, semua itu hanya media dalam sebuah perjuangan. Tetaplah berkontribusi, karena ladang amal itu selalu terbuka, dalam setiap kesempatan.
Ingatlah, jika amanah sudah dipundak, senantiasalah bersandar kepada Rabb semesta alam dalam setiap hal yang dilakukan. Allah swt berfirman, “(yaitu) orang-orang yang kami beri kedudukan dibumi, mereka melaksanakan sholat, menunaian zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj (22): 41).
Semoga Allah selalu menjadikan hati setiap pemimpin dan masyarakatnya senantiasa dalam tunduk dan patuh kepada-Nya, serta menghasilkan karya-karya terbaik bagi negeri.
