Padang, KABA12.com — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Barat menemukan dugaan kerugian negara sekitar Rp 43 Milyar dalam dua kegiatan di Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman (Prasjaltarkim) Sumatera Barat. Kegiatan dimaksud adalah pembebasan tanah untuk pembangunan Jalan Samudera Kota Padang dan pembangunan Fly Over Duku Padang Pariaman.
Penganggaran dua kegiatan tersebut dimulai sejak tahun 2013. Dari posisi kasus, harusnya dua kegiatan tersebut sudah selesai pada tahun 2013. Namun, Kegiatan yang dilakukan di dua Kabupaten Kota, yaitu Kota Padang dan Padang Pariaman ini, oleh Pemprov Sumatera Barat melalui Dinas Prasjaltarkim, kembali dianggarkan pada tahun anggaran 2014 hingga 2016.
Dugaan modus kejahatan yang dilakukan adalah dengan cara menyalahgunakan kewenangan serta memalsukan dokumen pertanggungjawaban.
Kasus yang dikenal publik sebagai kasus “SPJ Fiktif” ini, sebelumnya telah diupayakan oleh BPK, sesuai kewenangannya, untuk pihak terkait melakukan klarifikasi dan pengembalian kerugian negara hingga 28 Januari lalu. Namun hingga tenggat waktu diberikan, pihak terkait tidak mampu untuk mengembalikan kerugian negara senilai Rp 43 Milyar tersebut.
Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (KMSS) menyayangkan sikap pemerintah provinsi yang seolah-olah kepas tangan atas kasus ini dan “mengarahkan” YSN sebagai pelaku tunggal. Tidak hanya itu, KMSS pun menilai aparat penegak hukum kurang pro aktif untuk menyelesaikan kasus ini.
Berangkat dari kekecewaan itu, KMSS melalui siaran pers, Minggu (12/02) menyatakan sikap untuk mendorong Kejati Sumbar transparan dalam melakukan proses hukum. Meminta kepada KPK untuk melakukan supervisi terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dalam proses hukum kasus tersebut.
Mengingat kerugian negara yang sangat besar, senilai Rp Rp 43 Milyar, serta memperhatikan posisi kasus, KMSS yang tediri dari 15 organisasi itu juga mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat untuk melibatkan PPATK untuk menelusuri aliran dana.
KMSS berharap, kasus ini dapat diusut tuntas demi keadilan publik. Sehingga tidak ada sedikitpun celah bagi para koruptor di Sumatera Barat.
(Ophik)