News Lokal

Kesejahteraan Petani Saka Tak Semanis Hasil Olahannya

Agam, KABA12.com —  “Saka” atau yang biasa dikenal dengan gula merah, hingga kini masih menjadi primadona bagi ibu-ibu rumahtangga sebagai pemanis dalam Setiap masakannya. Namun siapa sangka, dibalik larisnya harga saka/gula merah dipasaran namun ada jeritan pahit para petani saka dibalik itu semua.

Seperti para petani saka Lawang yang terdapat di daerah Kecamatan Matur Kabupaten Agam, yang hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil penjualan saka kepada toke.

Darwin misalnya, lelaki berusia 30 tahun yang mengaku telah menekuni usaha pembuatan saka sejak kecil. Ia mengungkapkan, hasil kilangan (mengolah tebu menghasilkan saka) yang dia peroleh selama satu pekan, hanya bisa untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan keluarga.

“Dalam sepekan kita hanya bisa mengilang sebanyak 2 kali,  Rata- rata dalam sekali mengilang mampu menghasilkan sekitar 50 kg saka dan langsung di jual kepada toke di pasar. Di pasar toke menghargai 1 kg saka hanya Rp 10.000,-.  Namun jika harga olahan air tebu tersebut sedang turun para toke hanya sanggup membeli setengah harga dari biasanya. Jadi hasil yang di peroleh dari penjualan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.

Bapak satu anak tersebut hanya bisa pasrah menghadapi keadaan perekonomian yang kini memang sulit. “Kami hanya bisa pasrah dengan keadaan ini, walaupun harga tersebut sangat murah dari yang diharpakan” ujarnya lagi.

Menurutnya, pengolahan air tebu menjadi saka  tidak tergolong sulit. Namun membutuhkan kesabaran karena memakan waktu yang cukup lama.

saka-2Para pembuat saka harus ekstra hati-hati dan terampil dalam membentuk tangguli (air tebu yang telah berbentuk saka cair).

“Pengilangan tabu disini mayoritas masih secara tradisional. Kita dibantu dengan tenaga kerbau untuk memeras air tebu, dan dimasak menggunakan kuali besar yang didihkan dengan api dari tungku bara api kayu, yang menghabiskan waktu hingga 2 jam. Setelah itu, para pembuat saka juga harus menuangkan tangguli kedalam cetakan yang dalam keadaan panas. Untuk itu para pembuat saka harus hati-hati dan terampil, jika tidak akan membahayakan bagi dirinya.” Jelas Darwin pada KABA12.com.

Hal senada juga dilontarkan petani tebu Irwandi Sikumbang (38) yang ditemui KABA12.com di Maruang ( tempat pengolahan saka)  di Dusun Duo, Jorong Lawang Tuo Nagari Lawang Kecamatan Matur. Ia menyebutkan, bahwa mayoritas para petani tebu/ pembuat saka berharap agar kehidupan berpihak pada mereka sehingga bisa hidup lebih sejahtera.

“Kami berharap  para petani tebu Sejahtera dan daerah Lawang akan tetap menjadi salah satu penghasil gula merah terbesar  di Kabupaten Agam.” Harap para petani tebu.

(Johan)

0Shares
To Top