Kaba Tausyiah

Jangan Takut Jika Tidak Ada Rezeki

Janganlah kita merasa takut kehilangan rezeki, ditinggal pergi pelanggan, atau kaburnya calon pembeli, hanya karena ingat kepada Allah. Justru di situlah letak keberkahan rezeki kita, yang insya Allah dengan izin Allah justru akan terus bertambah, melimpah dalam ridha-Nya.

Sebaliknya, marilah kita tumbuhkan rasa takut manakala ditinggalkan oleh Allah disebabkan kita lebih mengutamakan perniagaan dan urusan duniawi daripada mendengar dan melaksanakan titah perintah-Nya, serta lebih mengutamakan keuntungan materi dibandingkan keberkahan-Nya.

Janganlah kita pura-pura lupa kepada Allah, pura-pura tidak mendengar panggilan adzan, pura-pura tidak tersedia uang recehan untuk sedikit shadaqah di kotak masjid, jangan juga berpura-pura tidak ada untuk pengajan proposal jariyah, dan kepura-puraan lainnya. Maka sungguh Allah akan melupakan kita. Kalau Allah Sang Pemilik langit dan bumi sudah melupakan kita, lalau kita akan menetap di bumi mana lagi? Kita akan memperoleh rezeki dari mana lagi?

Allah memperingatkan kita akibat kefasikan kita itu :
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ( ) لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ ( )
Artinya : “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.

Tiada sama penghuni -penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr [59]: 19-20).

Padahal iman dan taqwa itulah, keyakinan dan konsekwensi menjalankan perintah Allah itulah, penyebab utama limpahan karunia dan keberkahan-Nya.

Jangan pula lantas karena ingin rezeki melimpah kita pun membuat semacam janji transaksi kita kepada Allah di dalam pikiran kita, belum sampai ke hati, “Ya Allah kalau saya kaya dengan harta melimpah, saya akan gemar bershadaqah, membangun masjid, menyantuni yatim piatu, dan lain-lain.

Niat seperti itu tentu saja baik, karena Allah, dan terus dipertahankan sampai benar-benar mendapatkan harta yang dicarinya, dengan tidak melupakan janji itu sedikitpun. Tidak mustahil akan mengikuti jejak-jejak kedermawanan para sahabat aghniya (kaya) jaman Nabi.

Hanya saja manusia seringkali lupa daratan setelah kelamaan berenang di samudera kemewahan, setelah ia menjadi kaum berada dan beruang. Bahkan ia semakin galak dan rakus melebihi beruang sungguhan, yang ingin mencengkeram seluruh harta yang dikira miliknya itu. Na’udzubillahi min dzalik. (RS-2/R01)

(Sumber: minanews.net)

To Top