Kaba Terkini

Hidup dalam Naungan Islam yang Mulia

Oleh: Rahman Buya

buyaIndahnya hidup semakin terasa jika kita selalu berada dalam naungan dan rahmat Allah Ta’ala yang tiada tara, memberi energi pembangkit seluruh sendi-sendi diri untuk terus menggapai hadirnya ‘rahmat[an]’ dan ‘hidaayat[an]’ bagi kehidupan. Dan Nabi Muhammad SAW, Rasulullah diutus sebagai rahmat yang meliputi sekalian alam. Penerang jiwa yang gelap, dan menuntun ke cahaya (nur) Allah SWT yang Maha Mulia.

“Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” [QS. Al-Anbiya’ (21): 107]

Dalam ayat diatas kata ar-rahmah berkedudukan sebagai tujuan pengutusan Muhammad saw atau sebagai keterangan bahwa Muhammad saw adalah ar-rahmah yang menguatkan kedudukan beliau (mubaalghah).

Imam ‘Izzudin bin ‘Abdisalam menafsirkan kata rahmat[an] dalam ayat ini sebagai hidaayat[an], yakni petunjuk . Tentunya dari risalah Islam yang diemban oleh Rasulullah SAW. Sementara Imam Fakhruddin al-Razi (wafat 538 H) menyatakan, bahwa rahmat tersebut  mencakup  kehidupan agama dan dunia. Dikatakan mencakup agama, karena beliau Rasulullah SAW diturunkan untuk menyeru (mengajak) manusia kejalan kebenaran dan pahala, mensyariatkan hukum-hukum dan membedakan antara halal dan haram. Selanjutnya dijelaskan, bahwa yang mengambil manfaat (hakiki) dan rahmat ini adalah siapa saja yang kepentingannya mencari kebenaran semata, tidak tergantung kepada taqlid buta, angkuh dan takabur, sebagaimana firman Allah SWT, “Katakanlah! Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang beriman, sementara orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan.” (QS. Fushshilat [41]: 44).

Mencakup kehidupan dunia karena manusia terhindar dari banyak kehinaan dan ditolong dengan berkah agama Islam ini. Dan pada ayat lain Allah SWT juga menjelaskan sebagaimana firman-Nya, “Kami telah menurunkan kepada kamu Al-Kitab (al-Qur’an) sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi kaum Muslim (QS. An-Nahl [16]: 89).

Frasa tibyaan[an] li kulli syay-[in] dalam ayat ini menurut ulama tafsir diantaranya al-Hafizh ath-Thabari mengandung makna: apa saja yang dibutuhkan oleh umat; mengetahui halal haram, pahala dan siksa, hukum-hukum serta dalil-dalil. Abu Bakar al-Jazairi menjelaskan kedudukan al-Qur’an sebagai hud[an], yakni petunjuk dari segala kesesatan, dan juga rahmat[an] yaitu rahmat khususnya bagi mereka yang mengamalkan dan menerapkan al-Qur’an bagi diri sendiri dan didalam kehidupan sehingga rahmat tersebut bersifat umum di antara manusia.

Dengan demikian penegakkan seluruh ajaran Islam menjadi satu kesatuan sistem kehidupan manusia dalam segala aspek yang menyertainya. Tiada satupun jalan-jalan  yang dijamin kebenarannya, kecuali apa yang telah Allah Ta’ala tetapkan dalam firman-Nya (al-Qur’an).  Dan banyak dalil dalam al-Qur’an yang mengancam orang-orang yang berpaling dari ajaran dan nilai-nilai Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yakni mengimani sebagian dan mengingkari bagian yang lainnya, sebagaimana firman Allah SWT, “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS. Al-Baqarah[2]: 2). Dalam ayat lain Allah SWT juga menjelaskan dalam firman-Nya, “Barang siapa yang berpaling darinya (al-Qur’an), maka sesungguhnya dia akan memikul beban yang berat (dosa) pada hari kiamat. Mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan sungguh buruk beban dosa itu bagi mereka pada hari Kiamat. “ (QS. Thaha[20]: 100-101).

Keluar dari garisan (jalan) yang ditentukan oleh syariat dan risalah yang dibawa Rasulullah SAW, tentu mengandung berbagai konsekuensi hukum yang tidak saja ditimpakan kepada pelakunya, tetapi juga berdampak luas bagi orang-orang disekitarnya (dalam wilayah itu).

“Dan jika penduduk suatu negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang  telah mereka kerjakan.” (QS. Thaha[7]: 96).

Selanjutnya pada bagian ayat yang lain dari Surat Thaha Allah SWT juga berfirman, “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha[20]: 124).

Semoga setiap diri selalu berjalan dalam ‘regulasi’-nya Allah Ta’ala Sang Maha Pemberi Rahmat dan Hidayah. Ketahuilah alam raya yang takberbatas dalam keterbatasan jangkuan indrawi manusia ini, adalah sebuah rahmat dan hidayat yang tak berhingga! Sebagaimana saat ini kita hidup dengan risalah Al-Islam yang mulia dan memuliakan manusia.

[dirangkum dari berbagai sumber]

To Top