Cerpen

Guarantor

Oleh : SHO

“Sano? Ikut tidak?”

“Ah, tidak. Pergi saja sendiri, aku masih sibuk.” Seraya melirik semua buku, kertas dan artikel yang melimpah ruah dimejaku, bahkan intensitasnya melebihi kapasitas meja hingga terjatuh.

“Ya sudah, tunggu ya, aku tidak akan lama kok. Daah…”

Aku hanya menaikkan sebelah alis tak percaya. Yang benar saja, tidak akan lama katanya? “Ha, jangan terlalu dipaksakan.”

Aku yakin Chan tidak akan pernah berbalik dan bertanya lagi apa yang baru saja aku katakan, jadi aku melirik ‘tugasku’ di atas meja dan menghela nafas. Kertas-kertas yang berserakan itu sebenarnya bukan kertas tugas atau kertas lagu atau kertas yang isinya cerita atau gambar, melainkan surat balasan dari teman lama yang pernah kukirimi surat, dan dari puluhan surat yang kuterima, isinya tak jauh dari penolakan.

Hah..kira-kia seperti ini, “hehe, maaf ya. Kami sedang sibuk, taulah anak-anak rewelnya macam apa terlebih lagi mereka meminta liburan. Kapan-kapan saja gimana?” Atau “Rai, bukannya aku tidak mau, tapi kolega bisnisku mengadakan acara makan malam . Tanggal 5 bulan November, kau suka musim dingin kan?” Ada juga, “Rai, i’m sorry I can’t do what you want. I was busy,, my mom told me do not go anywhere cause I have a baby now. Forgive me? Hm..how about 10 months later? We can meet and celebrate my new baby”

Ha! Memangnya sesibuk itukah mereka? Padahal aku sudah susah payah mencari jadwal senggang mereka dan meminta bertemu disaat seperti itu. Jadi, alasan apa lagi?

Tanpa pikir panjang kukumpulkan seluruh kertas balasan itu dan mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhirnya yakni mesin penghancur kertas dan tersenyum puas saat potongan-potongan kertas itu berhamburan keluar.

Sekarang buku-buku dan artikel! Akh, dengan berat hati kujejerkan buku-buku di lemari dibelakang meja, artikel didalam laci, pena cs didalam tabung dan semuanya beres.

Ya ampun, pekerjaan yang begitu mudah begini kenapa pula Megume menyuruh Steph melakukannya?!

“Yo, Rai! Tidak biasanya waktu istirahat masih disini?” Sembur Flo tiba-tiba.

“Biasa, beres-beres.”

Flo langsung melompat keatas kursinya dan mencomot satu kertas dari map dimeja.

“Ngomong-ngomong, tugas dari direktur sudah selesai? Kalau tidak salah iklan baru untuk produk Funtom. Sebuah parfum, kalau tidak salah namanya ‘Smoothie Falenda Berry’. Kau harus mencobanya, Rai. Selama ini aku duduk didepan meja kerjamu belum pernah sedikitpun aku mencium bau parfummu.”

Aku meliriknya sengit. “Memangnya apa gunanya? Parfum? Lupakan saja! Lebih baik aku menggunakan balsam. Pertanyaan mu itu menyebalkan sekali.”

“Hihi, kamu itu perempuan, tapi sukanya sama yang aneh-aneh, hihi.” Flo terus terkekeh pelan. Dia tidak melihat rambutnya itu apa?! Panjang keriting tidak jelas! Ya ampun, memangnya ada laki-laki yang suka model rambut begitu? Oh iya, anak ini dari planet lain.

Aku mengangguk-angguk paham dengan pemikiran cemerlangku. Flo = makhluk alien berjenis kelamin laki-laki yang datang dari planet X di galaksi Y.

“Apa yang kau anggukkan?”

Aku menahan tawa. “Tidak ada. Eh, seharusnya aku tanya tugas itu sudah selesai atau belum. Kau, kan, yang gambar? Bagianku hanya merangkai kata-katanya.”

“Oh ya, aku sudah mengirimkannya ke komputer mu tadi. Sudah, ah, aku mau tidur. Bangunkan, ya?” Flo menaruh seluruh tangannya diatas meja, menekuknya dan menjadikannya bantal. Aku sudah bisa mendengar desahan panjang ala Flo 5 menit kemudian.

“Aku datang!,”Chan menghampiriku dan berteriak seenaknya, kulirik jam tangan. 1 jam 15 menit, tepat dugaanku.

“Sano! Aku pikir kau akan menyesal tidak datang tadi, menunya iga bakar nyonya Darwin.” Ujar Chan dengan cengiran lebar khasnya yang membuat matanya yang sipit tinggal segaris.

Aku mencoba menyibukkan diri dengan berkutat dengan komputerku. “Tidak lihat aku kerja? Aku bisa merapel makan siang dimakan malam. Seharusnya kau yang harus aku tanya, kenapa 1 jam? Kau, kan, sama sekali tidak dikenal sama orang-orang itu.”

Chan menyengir lagi, sekarang ia berjongkok didepan mejaku, melipat tangannya diatas meja dan menaruh dagunya disana.

“Saat aku melakukan ‘puuf’ dan membuka pintu, semua orang yang dominan cewek itu langsung terpana dan tahu-tahu saat aku menikmati makan sendirian, segerombolan cewek-cewek berebut duduk disekitarku. Sepertinya Chanmu yang tampan ini bakalan jadi populer dibandingkan si cemerlang Sano. Hihihi..” Ia menyipit lagi dengan senyum jahil plus menggoda yang tercetak diwajahnya.

“Sekalian saja makan bualanmu itu!”

“Ngomong-ngomong, kenapa kau selalu mengenakan handset saat kita berbicara didepan umum?”

Aku memutar bola mata malas. “Bodoh! Memangnya kau pikir aku mau dibilang orang gila karna mulutku bergerak setiap saat tanpa sasaran pendengar?”

Chan terdiam, keningnya berkerut tanda kebingungan. “Aku tak mengerti.”

Aku menepuk jidatku. “Akh, ternyata kau ini bodoh ya? Maksudnya aku tidak ingin disebut sebagai orang gila karna berbicara sendiri! Ah, itu saja tidak mengerti.”

“Ah..Aku mengerti. Hahaha..ternyata Sano mementingkan harga dirinya, manis sekali. Aku pikir dia sama sekali tidak peduli. Hahaha…”

Aku menatapnya garang. “Apa!?”

Dia tidak menjawabku, hanya matanya yang menelusuri daerah sekitarku. “Biar kutebak, prestasimu sejam yang lalu adalah memasukkan kertas-kertas surat ke mesin penghancur kertas. Benar?”

Aku tersenyum meledek. “Saking bodohnya kau sampai harus menanyakan apa yang sudah kau lihat? Chan..Chan, seharusnya kau tinggal dirumah.”

Sepertinya dia sama sekali tidak terganggu diledek seperti itu, buktinya ekspresi wajahnya sama sekali tidak kesal. “Heh, kau pikir apa yang bisa aku lakukan ketika bahan mainanku bekerja 24 jam dikantor? Enggak seru tau di rumahmu yang kosong itu!”

“Oh iya, aku lupa objek kebosananmu itu aneh dan, hei..aku bukan mainanmu, maaf saja.”

Chan meluruskan posisinya dan dengan sangat mengejutkan ia memasang tampang serius yang aneh yang sama sekali nggak cocok untuk mukanya. “Ayo kita keluar,” Aku terkejut. “Ayolah, kita pikirkan tugasmu itu bersama-sama. Tapi sekarang kau ikut aku, ini penting! Serius.”

Ok. Tampangnya meyakinkan.

“Baiklah, berarti aku harus minta izin dulu dan membangunkan Flo.”

“Suruh saja orang lain dan telpon direktur mu itu.”

“Ok, baiklah,” ku ambil ponsel dan segera menelepon direktur segera setelah aku menemukan nomornya. “Halo, tuan Yamada. Aku izin keluar untuk mencari inspirasi..ya, aku akan kembali kekantor..makanan ringan? Haha, baiklah.. Oh iya, pak, Flo minta dibangunkan bapak 10 menit lagi…mana aku tahu, aku tutup dulu ya? Daah..”

Aku tidak mengerti kenapa dia tersenyum miring padaku, sariawan parah? Jangan-jangan dia menyuruhku menemaninya kerumah sakit.

“Ayo! Ku harap kau bisa mengendarai mobil dengan baik kali ini, kesabaranmu pasti akan habis.”

Aku menggenggam erat kendali kemudi menahan amarah, astaga aku benar-benar kesal dengan anak ini. “Kenapa kau tidak bilang jalanan macet parah?! Aku, kan, bisa pinjam skuter Flo. Akh..”

Dia dengan santainya bilang, “Bodo amat, aku sudah peringatkan tadi” yang sukses membuatku makin kesal.

Bersambung !!! ( Senin, 17 Juli 2017 )

To Top