Bukittinggi, KABA12.com — Dalam paripurna pemandangan umum fraksi DPRD Bukittinggi atas Hantaran Walikota tentang Perubahan Perda no. 6 tahun 2011, mengenai RTRW, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyorot pada tiga poin utama dari 6 substansi yang disampaikan. Pertanyaan tersebut disampaikan langsung di gedung DPRD Bukittinggi, Jumat (13/01) siang.
Arnis Malin Palimo, sebagai juru bicara fraksi menyampaikan apresiasi terhadap hantaran Walikota sebelumnya. Perubahan Perda RTRW mesti segera dilaksanakan, mengingat hasil pembahasan secara internal oleh Badan Kordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bukittinggi.
“Namun, kami memuat catatan mendasar bahwa di dalam keseluruhan isi dan substansi Perda dimaksud, terdapat deviasi (penyimpangan) dari kondisi eksisting hampir mencapai 20 %,” jelasnya.
Fraksi PKS DPRD Bukittinggi, yang terdiri dari Ibnu Asis, S.TP, H. Syaiful Efendi, Lc, MA, Arnis Malin Palimo, dalam pemandangan umum kali ini, menyoroti tiga poin penting yang disampaikan Walikota sebelumnya.
- Kawasan Tambuo
Terkait Kawasan Tambuo, PKS menyarankan jika pada rancangan perubahan perda RTRW ini, Pemerintah Daerah mengembalikan penetapan Kawasan Tambuo sebagai Kawasan Pertanian beririgasi non teknis. Bahkan jika memungkinkan dan disepakati bersama oleh semua stakeholder yang ada, Kawasan Tambuo bisa ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Pertanian abadi di Kota Bukittinggi.
- Sempadan Sungai
Untuk rencana penetapan Sempadan sungai (Batang Tambuo dan Batang Agam) sebagai sungai tidak bertanggul di dalam Kota Bukittinggi dengan sempadan sepanjang 3 (tiga) meter dari bibir sungai. PKS berpendapat, alangkah lebih baiknya jika ditetapkan pada posisi pertengahan diantara 3 (tiga) meter dan 10 (sepuluh) meter. Hal ini diberlakukan untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi peningkatan volume dan debit air yang sangat signifikan pada kedua Sungai tersebut.
- Ketentuan Intensitas Bangunan
Khusus untuk Koefisien Lantai Bangunan (KLB), PKS berpendapat alangkah lebih eloknya jika pemda menetapkan KLB pada posisi pertengahan diantara 2,4 dan 8,5 sehingga memungkinkan ketinggian bangunan (maksimum) juga pada posisi pertengahan diantara 4 lantai dan 12 lantai. Mengingat, secara seismologi, Bukittinggi berada pada “sesar/patahan semangka” yang berpotensi untuk terjadinya gempa. Disamping itu, pemko diharapkan mempedomani perda Bukittinggi nomor 1 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung yang secara substansi juga mengatur terkait batasan maksimum ketinggian suatu gedung dibandingkan dengan keberadaan Jam Gadang sebagai ‘landmark Kota” yang memiliki ketinggian hanya 26 meter.
(Jaswit)
