Jakarta, KABA12.com — Harga minyak terjun dari titik tertinggi selama tiga tahun pada hari Selasa (16/1) waktu Amerika Serikat, dipicu aksi pelaku pasar dalam mendulang untung. Namun, penurunan harga tertahan pembatasan produksi negara-negara pengekspor minyak dunia (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan Rusia.
Dikutip dari Reuters, sebagian besar analis mengatakan perdagangan minyak sangat rentan akan aksi ambil untung, seiring pengelola investasi menaruh uang yang banyak di dalam komoditas minyak mentah AS. Tak hanya itu, perdagangan kemarin cenderung sepi karena AS sedang memperingati hari Martin Luther King Jr.
Namun secara fundamental, harga minyak masih terdorong upaya OPEC dan Rusia yang masih membatasi produksi hingga akhir 2018 mendatang. Pembatasan produksi ini diiringi dengan permintaan minyak dunia yang membaik dan membuat harga minyak mentah melonjak 15 persen sejak awal Desember.
Sementara itu, impor ke India, yang merupakan konsumen minyak mentah terbesar ketiga di dunia, melonjak 1,8 persen di tahun 2017 dengan rekor mencapai 4,37 juta barel per hari.
Akibatnya, harga Brent berjangka LCOc1 turun US$1,11 atau 1,6 persen ke angka US$69,15 per barel setelah menyentuh titik terendah di angka US$68,83 per barel. Sementara itu, harga West Texas Intermedite (WTI) turun US$0,57 per barel atau turun 0,9 persen ke angka US$63,73 per barel.
Meski telah menyentuh titik tertinggi selama tiga tahun terakhir, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pasar minyak dunia masih belum seimbang dan kesepakatan global untuk memangkas produksi seharusnya berlanjut karena cuaca dingin.
Sementara itu, riset Goldman Sachs menyebut kenaikan harga minyak ini didorong oleh perminyaan yang kuat dan tingginya tingkat kepatuhan anggota OPEC dalam melaksanakan kebijakan pembatasan produksi.
Adapun, Goldman Sachs masih menghitung risiko bahwa harga Brent akan ada di level US$62 per barel dan WTI di angka US$57,5 per barel beberapa bulan mendatang.
Selain itu, produksi minyak AS sendiri juga diperkirakan masih akan merangkak ke angka 10 juta barel per hari dari posisi saat ini 9,5 juta barel per hari sepanjang tahun ini. Bahkan, Energy Information Administration (EIA) AS juga meramal bahwa produksi minyak nonkonvensional akan naik 111 ribu barel per hari ke angka 6,55 juta barel per hari pada bulan depan.
(Dany)
