Bukittinggi, KABA12.com — Rencana pemerintah pusat mengaktifkan kembali kereta api di seluruh Indonesia khususnya di Sumatera Barat, menimbulkan pro kontra.
Salah satu dampaknya banyak masyarakat penyewa tanah PT. KAI terpaksa angkat kaki dengan segera dari lahan yang ditempati.
Di Bukittinggi sejak sosialisasi oleh PT. KAI di kawasan Stasiun, pemerintah kota dituding ikut serta dalam perencanaan dan mengorbankan masyarakat dalam rencana pengaktifan jalur kereta api itu.
Bahkan beberapa waktu belakangan banyak isu miring yang ditujukan pada Pemko.Bukittinggi.
Menanggapi hal itu, Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias menjawab dengan tegas bahwa tidak ada sedikitpun campur tangan pemerintah daerah.
Reaktivasi kereta api merupakan program pemerintah pusat yang harus didukung oleh pemerintah daerah.
“Tanah PT. KAI di daerah Stasiun adalah tanah negara yang posisinya berada di kota Bukittinggi. Masalah sewa menyewa tidak ada hubungannya dengan pemko atau walikota,” jelasnya.
Walikota mengaku sudah melihat grand disaint stasiun nantinya dan dinilai menarik karena terdapat hotel, wahana permainan anak dan mesjid pun akan diperbaiki. Namun yang akan membangun adalah PT.KAI bukan Walikota atau Pemko Bukittinggi.
Ramlan menegaskan hal itu harus diluruskan karena program reaktivasi itu sepenuhnya dikelola PT. KAI, yang akan membangun berbagai sarana di areal milik PT. KAK bukan pemerintah daerah.
Ditegaskan hal itu tidak ada kaitan secara hukum dengan pemerintah daerah. Tanah itu tanah negara milik PT. KAI.
” Sekarang walikota di bully, seakan-akan walikota yang menyuruh. Itu salah, tidak benar isu itu, ” tegasnya.
Ditambahkan Ramlah kereta api program nasional, pemda harus mendukung karena berdampak pada peningkatan pariwisata. Terkait permintaan penundaan dari masyarakat, pemko hanya punya wewenang hingga pengusulan. Keputusan tetap ditangan pemerintah pusat dan PT. KAI.
“Itu bukan ranah pemko lagi. Namun kita hanya bisa usulkan, sawah tu bapamatang, itu bulan sawahnya pemko lagi. Kami harap masyarakat paham,” kata walikota Bukittinggi itu berharap.
(Ophik)