DPRD Agam

PP NO. 12 TAHUN 2017, ALARAM BAGI KEPALA DAERAH DAN DPRD

Oleh  :  SAFRUDIN NAWAZIR JAMBAK

(Ketua Fraksi PKS DPRD Agam/Anggota Banggar)

Sepertinya kita akan memasuki fase baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah terhitung tahun 2017 ini. Kenapa demikian?

 Sebab terhitung tanggal 7 April 2017 yang lalu Peraturan Pemerintah (PP) No 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah diundangkan melalui lembaran negara no 73 tahun 2017.

Tidak main-main padat dan detailnya pengaturan soal pembinaan dan pengawasan bahwa tahun 2018 nanti akan ada kepala daerah yang akan diberhentikan sementara atau diberhentikan, akan ada anggota DPRD yang tidak diberi gaji 3 bulan bahkan 6 bulan,  apa sebab?

Mari kita simak!.

Tahun 2018 nanti, pemerintah pusat akan menunjukkan “saing” kegarangannya apabila penyelenggaraan pemerintahan daerah (kepala daerah dan DPRD) tidak berjalan dalam koridor peraturan per undang-undangan yang berlaku baik soal pelayanan publik, harmonisasi dokumen perencanaan dari pusat sampai ke daerah, pembahasan APBD, hingga perizinan dan perda yang telah di batalkan pusat, intinya ketidak patuhan akan berujung sanksi administratif bahkan pemberhentian.

 Dahulu sudah juga terngiang tapi sekarang sudah jadi dan syah PP nya. Kalau ada nanti yang berani cubo, silakan.

Khusus dalam kesempatan ini, saya akan membincang soal pembahasan APBD dimana selama ini bak “himbau yang sudah kelampauan” bahwa proses pembahasan “kue pembangunan ini” sering berdinamika antara eksekutif dan legislatif yang berujung kepada keterlambatan pengesahan, atau mengalami cacat proses dengan berbagai kepentingan, kebijaksanaan dan “kebijaksinian”.

Maka era baru yang saya maksud diawal tadi ditandai dengan pengawasan penyelenggaraan yang semakin ketat dimana audit tidak semata soal anggaran tapi juga soal kinerja dan harmonisasi serta konsistensi antar dokumen pembangunan, tidak ada lagi “penumpang naik di jalan”, artinya semua harus naik di loket/terminal, bak kereta api seluruh program pembangunan harus terdokumentasi lewat tahapan yang sah, termuat di RPJP, RPJMD, lolos di dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) setelah melalui proses Musrenbang, kalau tidak? Sorry pak dewan!!.

Selama ini proses pembahasan APBD tepat waktu didorong dengan semangat moral dan reward, pertama bahwa secara moral apabila kue pembangunan ini cepat selesai sudah barang tentu akan cepat terhidang dan dinikmati oleh masyarakat baik berupa insfrastruktur maupun stimulan pertumbuhan ekonomi, kedua secara reward dengan pemberian Dana Insentif Daerah (DID) bagi daerah yang tepat waktu pengesahan APBD nya.

Tapi mohon maaf untuk 2018, kabar gembira bagi masyarakat dan kabar pertakut”alaram” bagi para kepala daerah dan anggota DPRD se Indonesia, bahwa keterlambatan pembahasan dan penetapan APBD akan berujung kosong nya amprah gaji alias tidak dibayarkan gaji selama 6 baik bagi kepala daerah maupun DPRD.

Jika kita simak bunyi pasal 36 ayat 2 huruf a hingga s, berbicara soal sanksi administratif, khusus huruf c soal APBD dimana kepala daerah yang tidak memberikan laporan pertanggung jawaban kepada dewan paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir, pada huruf n berbicara soal kepala daerah yang tidak mengajukan RANPERDA APBD kepada dewan dengan tepat waktu sesuai dengan peraturan per undang-undangan.

Pada pasal 37, ayat 4 mengenai bentuk sanksi administratif dijelaskan berupa :

  1. teguran tertulis;
  2. tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 (tiga) bulan;
  3. tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan;
  4. penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah;
  5. pengambilalihankewenanganperizinan;
  6. penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/ atau dana bagi hasil;
  7. mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan;
  8. pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan; dan/atau

Pasal 44 ayat 1 ,2 dan 3 berbunyi :

Pasal 1 : Kepala daerah dan/atau anggota DPRD yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (21 huruf m, huruf n, dan huruf o dijatuhi sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan.

Pasal 2 : Hak keuangan yang tidak dibayarkan selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi seluruh hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak keuangan kepala daerah dan serta anggota DPRD.

Pasal 3 : Sanksi tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dijatuhkan oleh Mcnteri kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/walikota dan/atau anggota DPRD kabupaten/ kota.

Meskipun demikian,, pada ayat 9 pasal 44 dijelaskan bahwa sanksi administratif berupa tidak dibayarkanya hak keuangan anggota DPRD akibat terlambatnya pembahasan APBD apabila PEMDA terlambat mengajukanya ke DPRD, maka jika kita cermati pasal ini dokumentasi berupa pengagendaan dan notulensi berbagai forum pembahasan APBD tidak lagi bisa diabaikan seandainya terjadi penelitian sebab-sebab terlambatnya pembahasan APBD.

Maka, dengan diberlakukanya PP No 12 tahun 2017 ini, akan mendorong pembenahan sistem pemerintahan yang baik, pertama menguatkan posisi para Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yang di daerah kita kenal dengan inspektorat, meningkatan kewaspadaan kepala daerah dan DPRD dalam komitmenya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menuju pemerintah daerah yang unggul (champion regency) dan mendorong segranya dilakukan e government baik berupa e planning, e budgetting dan sebagainya.

Begitu juga soal penyelenggaraan pemerintahan daerah diluar APBD, seorang kepala daerah bisa diberhentikan sementara, atau selamanya apabila tidak mematuhi berbagai peraturan penyelenggraaan pemerintahan daerah, termasuk keluar negri tanpa izin, atau memperlambat izin sesuatu pelayanan atau tidak melaksanakan program strategis nasional.

Berdasarkan uraian diatas untuk kita maklumi , bahwa bulan juli setiap tahun pembahasan RAPBD telah harus dibahas Pemda bersama DPRD yang didahului dengan pembahasan KUA/PPAS yang berpedoman kepada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) berdasarkan hasil Musrenbang sebagai implementasi dari RPJP dan RPJMD yanig memuat visi dan misi kepala daerah terlpilih.

Tak bisa kita pungkiri , bahwa APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) tiap tahun merupakan instrumen pensejahteraan masyarakat, selaku pemerintah (daerah) sebagaimana amanat UUD 45 dalam pembukaan ditegaskan bahwa tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka tentu logikanya apabila rakyat belum sejahtera , tingkat kemiskinan dan pengangguran masih sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah , daya beli serta kwalitas SDM masih rendah jadilah  tugas pemerintah (daerah) belum tercapai seutuhnya.

APBD merupakan rencana keuangan tiap tahun yang dibahas dan disepakati oleh Pemda dengan DPRD dengan Peraturan Daerah yang didahului dengan kesepakatan KUA/PPAS (Kebijakan Umum Anggaran/ Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) yang menurut ketentuan pasal 34 ayat 3 dan 35 ayat 2 PP no 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah bulan juli ini telah harus selesai pembahasanya.

Oleh karena itu, kue pembangunan berupa APBD ini sejatinya harus sampai kepada masyarakat dengan tepat waktu yakni harus disyahkan paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai/akhir bulan November tiap tahunya dan tidak terlambat yang akan mengakibatkan terlambat pula masyarakat menikmati hasilnya baik berupa out put/keluaran, impact/dampak, out come/hasil serta benefit/nilai manfaat.

Maka sudah barang tentu masyarakat berharap pembahasan APBD disamping konsisten berpihak kepada pengentasan kemiskinan/pro poor, berpihak pada penyediaan lapangan kerja/pro job, berpihak pada pertumbuhan ekonomi/pro growt, dan berpihak pada keamanan dan keselamatan lingkungan/pro environtment juga memperhatikan jadwal dan proses sesuai ketentuan peraturan per undang-undangan.

Sebagai instrumen pensejahteraan masyarakat disamping untuk pembiayaan belanja operasi pembangunan APBD harus cermat merespon isu-isu aktual kemasyarakatan yang tertuang kedalam program prioritas setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD), baik dibidang pelayanan dasar(pendidikan, kesehatan dll) infrastruktur, perekonomian dan sebagainya.

Ditengah kondisi perlambatan ekonomi secara nasional, disaat banyaknya pengangguran akibat kurangnya lapangan kerja bahkan maraknya PHK, begitu juga rendahnya daya beli, gas yang mulai langka, tarif listrik yang terus naik, masyarakat berharap bahwa instrumen APBD dapat berkontribusi untuk menstimulan perbaikan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Maka marilah masuk ke quadran diskusi dan berdebat soal substansi pembahasan anggaran mengenai isu kesejahteraan dan kemakmuran dan saatnya berhenti berdepat soal proses dan sistem yang tidak lagi guna diperdebatkan sehingga waktu terkuras habis pada hal yang tidak substansial, sementara nanti APBD harus disyahkan dalam tempo yang tidak lagi bisa dikompromikan, inilah alaram yang dimaksud yang akan berbunyi pada tahun anggaran 2018 nanti. Sekian.

Wallahua’lam bissawab

*Ketua Fraksi PKS DPRD Agam

To Top